Hal tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (21/7).
"Dalam rapat tersebut, KPK menyampaikan beberapa catatan sebagai pembelajaran untuk pelaksanaan ke depan dari pelaksanaan penyaluran bantuan yang telah dilakukan pada 2020," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ada tiga catatan yang disampaikan Firli dalam rapat tersebut.
Baca juga: Kemenkop tindaklanjuti temuan BPK terkait BPUM
Pertama, pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataan. Artinya, bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu secara aktif mendekati daerah-daerah yang terdampak berat dari pandemi ini, misalnya daerah yang tergolong miskin.
"Namun, Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima sehingga terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa," ucap Firli.
Kedua, data penerima bantuan saat ini harus disesuaikan dengan temuan lapangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan pada program sebelumnya.
Ketiga, seluruh calon penerima harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain.
"Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN (Badan Kepegawaian Negara) yang sudah berbasis NIK. Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program prakerja dan program bantuan lainnya," kata dia.
Baca juga: Pemkab Pasaman Barat usulkan 8.000 pelaku usaha dapat BPUM
Firli menegaskan KPK turut mengawal program pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), salah satunya dengan mendukung upaya pengawasan terhadap pemberian BPUM sejak 2020 dengan membuka kanal pengaduan masyarakat langsung di JAGA.ID.
"Keluhan yang kami terima terkait penyaluran BPUM yang tercatat pada JAGA.ID total berjumlah 763 laporan terdiri dari 642 laporan di tahun 2020 dan 121 laporan hingga Juli 2021," katanya.
Firli mengatakan mayoritas keluhan yang diterima lembaganya, yakni keluhan tidak tercantum dalam penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria memenuhi syarat.
Kemudian, ketidakakuratan data penerima.
"Yang bersangkutan dihubungi bahwa akan menerima BPUM sementara rekening bank berbeda sehingga justru akhirnya tidak menerima bantuan," ungkapnya.
Baca juga: Pendaftar BPUM Yogyakarta belum capai target baru 2.184 UKM
Terakhir, keluhan mengenai informasi tentang BPUM secara umum, kriteria, tata cara, dan sebagainya. Hal itu menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program tersebut masih perlu diperbaiki.
Keluhan paling banyak untuk tahun 2020 tercatat dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sedangkan di tahun 2021, tercatat keluhan paling banyak dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
"Demi mendorong publikasi dan meningkatkan literasi masyarakat tentang program ini, melalui aplikasi JAGA.ID, KPK juga menyediakan informasi mengenai program BPUM yang berisi antara lain tentang siapa yang berhak menerima bantuan, proses pendaftaran, besaran BPUM, dan lainnya," kata Firli.
JAGA adalah aplikasi pencegahan korupsi yang mendorong transparansi penyelenggaraan pelayanan publik dan pengolahan aset negara dengan melibatkan masyarakat untuk memantau, mengusulkan perbaikan, dan melaporkan penyimpangan. JAGA juga mendorong dan melibatkan pemerintah untuk merespons masukan dari masyarakat.
Baca juga: Teten sebut BPUM telah diberikan kepada 8,6 juta pelaku UMKM
Baca juga: KPK konfirmasi tersangka aliran uang kasus suap proyek di Indramayu
Baca juga: KPK dalami jatah khusus penyaluran bansos atas perintah Aa Umbara
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021