• Beranda
  • Berita
  • Periset: Penurunan efektivitas vaksin baru sebatas uji laboratorium

Periset: Penurunan efektivitas vaksin baru sebatas uji laboratorium

29 Juli 2021 17:24 WIB
Periset: Penurunan efektivitas vaksin baru sebatas uji laboratorium
Tangkapan layar peneliti muda Indonesia Indra Rudiansyah, anggota tim peneliti uji klinis vaksin AstraZeneca di Oxford, Inggris saat hadir secara virtual dalam acara media interview yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/7/2021). (FOTO ANTARA/Andi Firdaus).

Para ilmuwan masih menerka apa saja proses pembentuk imunitas di dalam tubuh manusia setelah vaksinasi

Peneliti muda Indonesia Indra Rudiansyah mengatakan laporan terkait penurunan efektivitas vaksin COVID-19 terhadap varian virus SARS-CoV-2 tertentu baru sebatas penelitian di laboratorium.

"Apa yang dilakukan di laboratorium itu hanya menangkap sebagian kecil fenomena yang ada di dalam tubuh," kata peneliti alumni ITB yang sedang studi di Oxford University, Inggris itu saat hadir secara virtual dalam acara media interview yang dipantau melalui aplikasi Zoom, di Jakarta, Kamis siang.

Mahasiswa Oxford University yang menjadi bagian tim peneliti uji klinis vaksin AstraZeneca di Oxford, Inggris itu mengatakan bahwa para ilmuwan masih menerka apa saja proses pembentuk imunitas di dalam tubuh manusia setelah vaksinasi.

"Kita tahu, dalam tubuh manusia itu banyak komponen berperan penting. Kalau ada yang menganggap adanya varian baru akan menurunkan efektivitas vaksin, karena kita lakukan studi itu di dalam laboratorium, tapi di dalam tubuh banyak hal yang berpengaruh pada proses pembentukan kekebalan," katanya.

Ia mengatakan publikasi seputar penurunan efektivitas vaksin dari beberapa jurnal ilmiah merupakan studi di laboratorium. Namun pendapat pakar secara umum menyebutkan bahwa vaksin masih tetap efektif membentuk kekebalan tubuh seseorang dari risiko kesakitan maupun kematian.

"Tapi memang ada sedikit penurunan kemampuan menetralisasi virus sekian persen, misalnya varian Delta lebih berakibat pada AstraZeneca dan beberapa vaksin lainnya, tapi semua vaksin masih efektif," kata penerima beasiswa LPDP untuk program doktor Kemenkeu (2017) dan beasiswa plus Bakti Pendidikan Djarum Foundation (2011/2012) itu.
.
Indra menambahkan bahwa vaksin yang terbaik adalah vaksin yang tersedia saat ini karena merupakan solusi untuk mencapai kekebalan komunal, sehingga masyarakat diimbau untuk tidak "pilih-pilih" jenis vaksin yang tersedia di Indonesia saat ini.

"Upaya lain mencapai kekebalan komunal bisa melalui infeksi natural. Kita biarkan saja terinfeksi SARS-CoV-2, kemudian sakit dan sembuh lalu miliki kekebalan alami," katanya.

Namun pilihan itu, kata Indra, sangat berisiko kematian bagi populasi rentan yang terinfeksi virus.

"Korban jiwa untuk infeksi natural ini lebih banyak," katanya.

Namun dengan vaksinasi dapat memberikan pengenalan tubuh kepada virus lebih awal.

"Orang di sekitar yang sudah miliki kekebalan sehingga virus tidak punya inang dan hilang dari muka bumi," kata Indra Rudiansyah.
 
Tenaga kesehatan sekaligus Direktur Rumah Sakit Harapan Sehat, Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dr Ursula Penny Putrikrisilia, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bincang Media secara daring, Kamis (29/7/2021) di Jakarta. (FOTO ANTARA/Humas Bincang Media).


Narasumber lain yang dihadirkan pada kegiatan tersebut adalah dr Ursula Penny Putrikrisilia, dokter sekaligus Direktur Rumah Sakit Harapan Sehat, Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Ia membahas mengapa seseorang harus divaksin, karena imunisasi adalah upaya paling efektif untuk memberikan kekebalan yang paling spesifik.

Disampaikannya bahwa yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah proteinnya, guna membentuk kekebalan tubuh atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak.

"Saat vaksin dimasuki, tubuh kita diajari untuk menangani dan melawan virus yang akan masuk nantinya," katanya.

Ia memberi contoh banyak penyakit yang musnah di muka bumi karena adanya vaksinasi. Contohnya, cacar air, di mana kalau tidak ada vaksinasi, seseorang bisa terkena berkali-kali dan membahayakan. Sedangkan setelah ada vaksin, seseorang bahkan sampai meninggal bisa tidak terkena cacar.
 

Dua nara sumber yakni mahasiswa Oxford University yang menjadi bagian tim peneliti uji klinis vaksin AstraZeneca di Oxford, Inggris Indra Rudiansyah dan  Tenaga kesehatan sekaligus Direktur Rumah Sakit Harapan Sehat, Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dr Ursula Penny Putrikrisilia saat kegiatan Bincang Media secara daring, Kamis (29/7/2021) di Jakarta. (FOTO ANTARA/Humas Bincang Media).


Selain itu, kata dia, ada penelitian yang menunjukkan bahwa kekebalan yang diciptakan oleh vaksin "unforgettable". "Jadi tubuh kita lama-lama lupa bahwa sudah pernah terkena COVID-19,".

Yang penting dari vaksinasi, kata dia, adalah bukan hanya untuk tubuh sendiri, tapi untuk orang lain juga.  Vaksin yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang mengunci virus dalam tubuh agar virus tidak bermanuver atau bermutasi dan menularkan ke orang lain.

"Sehingga vaksinasi perlu dipercepat agar cepat mencapai 'herd immunity'," demikian Ursula Penny Putrikrisilia.

Baca juga: Menkes sebut Jatim dapat tambahan 506.500 dosis vaksin AstraZeneca

Baca juga: AstraZeneca-Oxford telah edarkan 400 juta dosis vaksin ke 165 negara

Baca juga: Kemenkes: Vaksin efektif lindungi pasien dari risiko kematian

Baca juga: AstraZeneca realisasikan pengiriman 14,7 juta vaksin untuk Indonesia

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021