Menurutnya, vaksin yang disetujui oleh WHO masih ampuh melawan penyakit virus corona.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) menggambarkan varian Delta sama menularnya dengan cacar air dan juga memperingatkan bahwa varian itu dapat menyebabkan penyakit parah, tulis Washington Post yang mengutip dokumen internal CDC.
Infeksi COVID-19 meningkat 80 persen selama empat bulan terakhir di sebagian besar kawasan dunia, ungkap Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Kematian di Afrika --yang hanya 1,5 persen populasinya sudah divaksin-- melonjak 80 persen selama periode yang sama.
"Progres yang sulit didapatkan berada dalam bahaya atau hilang, dan sistem kesehatan di banyak negara kini kewalahan," kata Tedros saat konferensi pers.
Baca juga: Varian Delta mendominasi dunia
Varian Delta terdeteksi di 132 negara, sehingga mendominasi dunia, menurut WHO.
"Vaksin-vaksin yang saat ini disetujui oleh WHO, semuanya memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit parah dan rawat inap dari semua varian, termasuk varian Delta," kata pakar kedaruratan senior WHO, Mike Ryan.
"Kita sedang memerangi virus yang sama, namun satu virus yang menjadi lebih cepat dan lebih baik beradaptasi untuk menular di antara kita manusia, itulah perubahannya," lanjutnya.
Kepala teknis COVID-19 WHO, Maria van Kerkhove, menyebutkan bahwa varian Delta sekitar 50 persen lebih menular ketimbang varian asli SARS-CoV-2, yang mulanya muncul di China pada akhir 2019.
Sejumlah negara melaporkan lonjakan tingkat rawat inap, namun tingkat kematian yang tercatat akibat varian Delta tidak lebih tinggi, katanya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Varian COVID Delta mulai menjamur di Italia
Baca juga: Antibodi dari vaksin COVID China kurang efektif melawan varian Delta
Peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia didominasi varian Delta
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021