"Kementerian Kominfo membantu penyebaran informasi terkait program-program tersebut dengan terus berkoordinasi bersama K/L (kementerian/lembaga) terkait," ujar Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi kepada Antara, dikutip Jumat.
Baca juga: Pengamat: Digitalisasi bansos dorong transparansi dan akuntabilitas
Dedy mengatakan hal itu dilakukan untuk memastikan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait dapat mendapatkan manfaat dari bantuan yang disediakan pemerintah.
Diketahui, pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait sudah mulai menyalurkan Program Bantuan Perlindungan Sosial kepada masyarakat yang membutuhkan selama pandemi COVID-19.
Bantuan tersebut antara lain terdiri dari bantuan reguler yang telah disalurkan, yakni Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Kartu Sembako, penambahan Bantuan Sosial Tunai (BST), hingga Bantuan Subsidi Upah dengan jumlah alokasi anggaran dan mekanisme pembagian dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kementerian Kominfo mendukung penuh pelaksanaan penyaluran Program Bantuan Perlindungan Sosial oleh para K/L terkait," ucap Dedy.
Sementara itu, Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mendorong peningkatan mekanisme penyaluran bansos.
Dia meminta agar pemerintah terus meningkatkan peran Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Pos Indonesia dalam pendistribusian tersebut.
Terkait akan dilibatkannya aplikasi finansial berbasis teknologi (fintech) dalam penyaluran bansos, Trubus menilai hal tersebut perlu dipertimbangkan secara matang.
Baca juga: Timbulkan kerumunan, Menko PMK kritik penyaluran bansos di Kantor Pos
"Selama ini penyaluran untuk PKH maupun non-tunai itu dilakukan oleh Bank Himbara, sedangkan yang kategori tunai itu ditangani oleh PT Pos Indonesia. kalau nanti kemudian muncul fintech di situ terus bagaimana? Apakah nanti akan terjadi konflik kepentingan juga?" ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan akan membuat aplikasi untuk penyaluran bansos yang akan diluncurkan pada 17 Agustus 2021 dengan menggandeng Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perusahaan-perusahaan fintech.
Trubus menilai, hal lain yang perlu menjadi perhatian terkait dilibatkannya perusahaan fintech dalam penyaluran bansos adalah mengenai transparansi.
Dia berpendapat perlu ada semacam pakta integritas dari perusahaan fintech untuk memastikan itikad baik mereka dalam penyaluran bansos sehingga nantinya dapat berjalan optimal dan tepat sasaran.
Dia mengingatkan agar dilakukan pengecekan terhadap perusahaan fintech yang terlibat. Dia khawatir terdapat oknum-oknum dibalik perusahaan fintech yang "bermain", sehingga justru akan merugikan masyarakat.
"Jangan sampai kemudian fintech yang terdaftar itu karena nafsu duit kemudian membuat alasan macam-macam lalu uang itu tidak sampai, itu harus dilihat juga," kata Trubus.
Direktur Eksekutif ICT Institute, sekaligus pengamat teknologi Heru Sutadi mengatakan hal terpenting yang harus diperhatikan dalam penyaluran bansos baik secara konvensional maupun digital adalah validitas data penerima.
Selain itu, kepastian jumlah nilai yang disalurkan serta waktu penyaluran juga perlu menjadi perhatian pemerintah.
"Sebab ini menyangkut kesiapan keuangan negara dan nilai yang diberikan, apalagi kalau bentuknya bahan pokok yang terbukti banyak disunat," ucap Heru.
Terkait penyaluran bansos secara digital, Heru mengingatkan tentang pentingnya pemerataan infrastruktur. Menurut dia, pemerintah harus memastikan terlebih dahulu ketersediaan jaringan internet yang stabil di seluruh wilayah Indonesia agar penyaluran bansos dapat berjalan optimal.
"Masih 12.548 desa belum mendapat akses internet broadband sehingga jangan sampai bansos terkendala infrastruktur internet yang belum merata," ucap dia.
Baca juga: Presiden pastikan penyaluran bansos dipercepat, kurangi dampak PPKM
Baca juga: Pengamat: penyaluran bansos melalui "fintech" bisa disalurkan di kota
Baca juga: Pengamat: penyaluran bansos melalui "fintech" harus jangkau masyarakat
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021