"Perdana menteri mengakui keleluasaan yang diberikan kepada penerima dua dosis vaksin tentu akan mengundang risiko peningkatan kasus COVID-19, namun akan terus berlanjut," katanya di Kuala Lumpur, Rabu.
Pasalnya, ujar dia, penerima vaksin lengkap dikatakan memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan terlindung dari gejala infeksi yang parah.
"Namun, perlu diingat bahwa penerima dua dosis dikatakan masih menular dengan angka infeksi kasus positif sebesar 50 persen," kata Hamidi.
Artinya, mereka yang belum divaksinasi berisiko terkena infeksi dari penerima vaksin lengkap yang tidak bergejala saat bepergian dan sebagainya, kata dia.
"Seperti yang diinformasikan beberapa hari yang lalu hanya 65,6 persen orang dewasa yang menerima vaksin dosis pertama dan hanya 35,3 persen orang dewasa yang menyelesaikan dua dosis suntikan vaksin," katanya.
Perdana menteri memastikan bahwa instansi berwenang akan mengintensifkan kegiatan pemantauan atas kelonggaran yang diberikan.
Namun, kata Hamidi, tidak jelas bagaimana mekanisme penegakan dan pemantauan akan diintensifkan.
Baca juga: PM Malaysia umumkan kelonggaran bagi yang lengkap vaksinasi
"Kita ingat bahwa infeksi COVID-19 terus meningkat meskipun ada kegiatan penegakan dan pemantauan selama PKP 3.0, darurat dan total lockdown," katanya.
Oleh karena itu, kata Hamidi, harus ada rincian tentang mekanisme penegakan dan pemantauan yang tepat untuk melindungi mereka yang diberi kelonggaran dan orang-orang di sekitarnya.
"Kami juga prihatin dengan fleksibilitas yang diberikan kepada wisatawan warga negara dan non-warga negara dari luar negeri yang telah menyelesaikan dosis vaksin yang menjalani karantina di rumah," katanya.
Pemerintah Malaysia harus mewaspadai kemungkinan ancaman varian lain seperti Delta Plus dan Lambda yang sudah terdeteksi di negara lain.
"Malaysia tidak boleh berkompromi dalam hal ini karena varian yang ada sudah begitu banyak mengorbankan nyawa orang Malaysia," kata Hamidi.
Menurut dia, pihaknya khawatir pengumuman relaksasi hanyalah pendekatan populis yang putus asa karena tidak mempertimbangkan aspek yang paling penting.
Asosiasi Medis Malaysia (MMA) juga mendesak pemerintah untuk menunda relaksasi hingga jumlah kasus positif berkurang secara signifikan.
"MMA mengatakan setiap keputusan untuk memberikan keringanan hukuman tersebut harus didukung oleh bukti ilmiah," kata dia.
Baca juga: PKR minta pekerja ilegal di Malaysia juga divaksinasi
Baca juga: 38.2 persen penduduk di Malaysia terima vaksin dosis pertama
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021