Sayonara zona merah

16 Agustus 2021 07:17 WIB
Sayonara zona merah
Spanduk bertuliskan harga tes usap "Polymerase Chain Reaction" (PCR) terpasang di sebuah lokasi penyedia layanan tes COVID-19 di Jakarta, Minggu (15/8/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

Itu sangat bermakna di tengah suasana HUT Ke-76 Kemerdekaan RI

Rumah sakit yang penuh pasien pernah menjadi pemandangan sehari-hari di DKI Jakarta beberapa pekan lalu.

Bukan hanya di dalam ruang perawatan, tetapi selasar dan teras juga penuh orang sakit. Tak sedikit pula yang harus dirawat di tenda-tenda darurat.

Itu terjadi pada Juni hingga akhir Juli lalu. Ketika itu, 140 rumah sakit rujukan pasien korban infeksi virus corona (COVID-19) penuh.

Saat itu, rumah sakit rujukan benar-benar kewalahan menghadapi banyaknya pasien COVID-19. Di luar rumah sakit, lengkingan ambulans membahana siang dan malam menjemput pasien, mengantar ke rumah sakit lain atau mengantar ke peristirahatan terakhir.

Kelelahan pada sopir ambulans pengantar jenazah telah diantisipasi dengan penyiapan truk berkapasitas delapan peti jenazah. Namun itu baru simulasi untuk antisipasi jika keadaan memburuk.

Ternyata benar itu baru simulasi dan tidak pernah dilakukan. Alasannya karena kematian menurun seiring dengan turunnya kasus baru.

Penurunan kasus baru telah secara konsisten terjadi di Ibu Kota dalam beberapa pekan terakhir. Kini tempat perawatan pasien COVID-19 di rumah sakit rujukan pun jauh berkurang.

Begitu juga tempat-tempat isolasi terpusat dan mandiri makin sedikit yang terisi. Mereka adalah orang-orang yang berdasarkan hasil tes terinfeksi COVID-19 kategori orang tanpa gejala (OTG). Kalaupun ada gejala, masih tergolong ringan.
 
Instruktur balet Wenny Halim mempraktikkan gerakan pada muridnya di depan telepon genggam secara daring di Sekolah Balet Sumber Cipta, Jakarta, Sabtu (14/8/2021). Kelas balet secara daring yang dilakukan dua minggu sekali tersebut guna memfasilitasi murid-murid untuk tetap berlatih balet di rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19 selama pandemi. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp. 

Gelombang kedua
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui kondisi 140 rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta sempat kolaps akibat gelombang kedua COVID-19 sepanjang Juli 2021.

Di awal gelombang dua itulah, kenang Anies, semua berkejaran dengan penambahan kasus baru.

Baca juga: Jakarta yang landai

Hal ini terindikasi dari jumlah yang harus dirawat melebihi batas dibandingkan dengan kapasitas perawatan. Padahal saat itu daya tampung rumah sakit telah ditambah dari semula hanya enam ribu menjadi 11 ribu tempat tidur dengan memanfaatkan sejumlah ruangan rumah sakit yang masih kosong.

Saat itu, meski kapasitas telah ditambah, jumlah pasien yang datang tetap jauh lebih banyak dari fasilitas kesehatan yang tersedia. Pada gelombang kedua, kasus harian di Jakarta sempat menyentuh 14.000 kasus per hari.

Kemudian kasus harian itu stagnan di angka sekitar 12.000 sehari. Sedangkan jumlah kasus aktif di puncak gelombang COVID-19 pada 16 Juli 2021 mencapai 113.000 kasus.

Ini pentingnya menahan kasus baru dan kasus aktif karena kapasitas kesehatan bukan tidak ada batas, jelas ada batasnya. Bila batas itu terlewati, maka kapasitas kesehatan kolaps yang menandakan jumlah yang harus dirawat lebih banyak dari jumlah tempat tidur dan kamar untuk perawatan.

Walau berada di posisi sulit, namun lonjakan kasus COVID-19 gelombang kedua di Jakarta berhasil diredam lewat berbagai kebijakan.

Salah satunya adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang kemudian menjadi PPKM Level 4 setelah adanya penurun kasus di Jakarta.

Kini beban kapasitas fasilitas kesehatan sudah turun. Keterisian tempat tidur di seluruh rumah sakit rujukan di Jakarta hanya 33 persen saja, sedangkan keterisian tempat tidur di ruang perawatan intensif (ICU) 59 persen.

Karena banyaknya ruang rumah sakit (RS) yang sudah kosong, maka sebagian fasilitas kesehatan itu kini dialihkan untuk pasien non COVID-19.

Baca juga: Anies sebut rumah sakit di DKI sempat kolaps akibat ledakan COVID-19

Penurunan beban rumah sakit sekarang berimbas langsung pada turunnya tingkat kematian akibat COVID-19 karena banyak pasien yang mendapatkan perawatan yang lebih maksimal.

Saat ini jumlah jenazah yang dimakamkan dengan prosedur tetap (protap) COVID-19 berkisar 40-50 orang. Angka ini sudah merosot drastis jika dibandingkan dengan kondisi pada lonjakan gelombang kedua.

Saat itu jumlah pemakaman dengan protap COVID-19 mencapai 400 sehari. Pemakaman
menggunakan tata cara khusus ini dilakukan pada pasien yang telah dinyatakan positif COVID-19 dan kepada pasien meninggal dunia sebelum hasil tes "polymerase chain reaction" (PCR) dikeluarkan.

Sejak pertengahan Juni 2021, angka pemakaman dengan protap COVID-19 naik pesat hingga puncaknya di tanggal 10 Juli 2021. Saat itu, 400 jenazah dimakamkan dengan protokol COVID-19 setiap harinya.

Sedangkan kematian terkonfirmasi COVID-19 yang sudah keluar hasil tesnya sempat mencapai angka 200-an setiap hari.

Turun
Kerja keras berbagai pihak telah mampu menurunkan laju kasus baru harian secara tajam. Turunnya kasus baru dipengaruhi laju penularan.

Pertambahan kasus baru harian tertinggi terjadi pada 12 Juli 2021 mencapai 14 ribu kasus baru. Tepat sebulan kemudian, pertambahan kasus harian turun secara signifikan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per Jumat (13/8) tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di rumah sakit rujukan COVID-19 kembali turun. Kini keterisiannya sebesar 33 persen dan keterisian ruang ICU mencapai 59 persen.

Baca juga: Wagub: Pembukaan kegiatan diperbanyak jika COVID-19 turun signifikan

Dari total 10.028 tempat tempat tidur isolasi yang disediakan, sekitar 3.000 terisi dan tempat tidur ICU telah terpakai 917 dari total 1.562.

Sementara itu, jumlah kasus aktif yakni yang dirawat dan diisolasi di Jakarta menurun sebanyak 428 kasus sehingga jumlahnya menjadi 9.453 orang.

Bila dibandingkan pada 16 Juli 2021, jumlah kasus aktif saat itu mencapai 113.137 kasus sehingga menjadi puncak kasus aktif. Sedangkan pertambahan jumlah kasus konfirmasi positif mencapai 1.210 kasus sehingga secara total di Jakarta mencapai 837.897 kasus.

Persentase kasus positif COVID-19 di Ibu Kota menurun menjadi 8,1 persen dengan jumlah orang yang dites usap berbasis PCR selama sepekan terakhir mencapai 116.330 orang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ambang batas idealnya di bawah lima persen.

Adapun jumlah orang yang dites PCR melebihi target sesuai WHO mencapai minimum 10.645 per minggu. Pemprov DKI tampaknya masih mengejar sampai di bawah ambang batas ideal lima persen.

Tes
Apabila dibandingkan dengan kondisi sepekan lalu, yakni pada Sabtu (7/8), persentase kasus positif di DKI mencapai 10,2 persen dengan jumlah orang yang dites PCR selama sepekan mencapai 129.008 orang.

Bila dibandingkan dengan jumlah orang yang dites PCR selama dua pekan itu, terjadi penurunan dari 129.008 orang menjadi 116.330 orang. Saat ini kasus COVID-19 di Jakarta sudah mulai turun sehingga kebutuhan tes juga ikut turun.

Meski jumlah tes turun, namun jumlah tes di Jakarta masih tergolong tinggi, yakni 11 orang per 1.000 penduduk per minggu atau 11 kali lipat dari standar WHO, yakni satu orang di tes per 1.000 penduduk.

Baca juga: Anies sebut kasus COVID-19 di Jakarta sudah melandai

Sedangkan jumlah orang yang dites PCR per hari pada Sabtu (14/8) mencapai 18.151 orang atau melebihi jumlah minimum per hari sebanyak 1.500 orang atau per minggu 10.600 orang.

Persentase kasus positif COVID-19 adalah proporsi jumlah orang yang dideteksi positif dibandingkan jumlah orang yang dites. Tingkat positif yang tinggi menjadi indikasi keparahan laju pandemi COVID-19 di suatu wilayah.

Kondisi saat ini jauh berbeda dibandingkan kondisi ketika gelombang kedua kasus COVID-19 dengan persentase kasus positif mencapai 48 persen. Itu merupakan persentase yang ekstrem.
 
Pengurus RW menempelkan stiker vaksin di rumah warga di lingkungan RW 07, Kebayoran Lama Utara, Jakarta, Jumat (13/8/2021). Pemasangan stiker vaksin yang digagas oleh Ketua RW tersebut untuk mendata seluruh warga yang sudah dan belum divaksinasi COVID-19 beserta alasannya agar warga yang belum divaksin bisa mengikuti vaksinasi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Zona merah
Dengan turunnya indikator penyebaran dan penularan COVID-19, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, Jakarta sudah keluar dari zona merah setelah sejak satu setengah bulan lalu angka kasus COVID-19 tinggi.

Jumlah Rukun Tetangga (RT) yang berada di zona merah hanya ada tujuh, kemudian zona oranye ada 349 RT dan 24.011 RT sudah hijau. Jadi, Ibu Kota mulai masuk zona hijau.

Berdasarkan data dari corona.jakarta.go.id, jumlah RT yang masuk dalam kategori zona rawan ada sebanyak 6.006 RT dengan zona merah penularan virus corona (COVID-19) di wilayah DKI Jakarta hanya tinggal tujuh RT.

Data ini untuk periode 10-16 Agustus. Jumlah sebanyak tujuh RT tersebut turun dibanding pada periode sebelumnya, 38 RT.

Suatu wilayah masuk dalam zona merah jika terdapat lebih dari lima rumah dengan konfirmasi kasus positif dalam tujuh hari terakhir.

Baca juga: Anies ingin parameter objektif untuk tentukan level PPKM di DKI

Untuk zona merah pada periode 10-16 Agustus 2021, ada di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Di Jakarta Timur ada empat RT zona merah, yakni RT 006 RW 003 Kelurahan Cibubur. RT 002 RW 001 Kelurahan Kramat Jati, RT 011 RW 005 dan RT 007 RW 003 Kelurahan Susukan.

Di Jakarta Selatan yang masuk dalam kategori zona merah, yakni RT 006 RW 006 dan RT 004 RW 005 Kelurahan Ciganjur serta RT 009 RW 007 Kelurahan Srengseng Sawah.

Mudah-mudahan, kata Riza, semua bisa bersama-sama meningkatkan terus kondisi baik ini.

Kalau kondisi landai ini bisa terus bertahan dalam beberapa pekan mendatang, maka zona hijau bukan lagi terasa jauh.

Kini Ibu Kota bisa diistilahkan sudah sayonara dengan zona merah. Itu sangat bermakna di tengah suasana HUT Ke-76 Kemerdekaan RI.

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021