• Beranda
  • Berita
  • Satgas: Vaksin di Indonesia telah melalui proses yang tidak sederhana

Satgas: Vaksin di Indonesia telah melalui proses yang tidak sederhana

2 September 2021 20:15 WIB
Satgas: Vaksin di Indonesia telah melalui proses yang tidak sederhana
Ketua Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito saat menyampaikan pemaparan terkait situasi pandemi COVID-19 di Indonesia yang dipantau melalui YouTube BNPB, Kamis (2/9/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).
Ketua Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengemukakan seluruh vaksin yang saat ini sudah tersedia di Indonesia telah melewati proses yang tidak sederhana.

"Seluruh vaksin untuk penyakit, termasuk vaksin COVID-19 yang mendapatkan izin untuk disuntikkan kepada masyarakat telah melewati proses yang tidak sederhana," kata Wiku Adisasmito saat menyampaikan keterangan pers secara virtual yang dipantau dari kanal YouTube BNPB dari Jakarta, Kamis sore.

Hal ini semata-mata untuk memastikan kualitas dan keamanan vaksin yang terjamin

Wiku mengatakan proses pemantauan mutu vaksin dalam membentuk kekebalan terhadap virus COVID-19 bersifat berkelanjutan karena tidak berhenti pada pengujian di laboratorium atau uji netralisasi saja, namun diteruskan kepada pemantauan kemampuan di dalam tubuh manusia dengan skala komunitas.

Baca juga: Bappenas: Perlu vaksin efikasi tinggi atasi varian Delta COVID-19

Baca juga: Dinkes: Tingkat efikasi vaksin Moderna di Tanah Laut capai 94 persen


Selanjutnya, kata Wiku, hasil pemantauan vaksin di tubuh manusia ini menghasilkan angka efikasi dan efektivitas berdasarkan hasil pengukuran kemampuan vaksin dalam membentuk kekebalan terhadap penyakit.

Perbedaannya, angka efikasi didapatkan dari hasil uji klinis yang menggunakan uji coba dalam jumlah yang lebih rendah dan variasinya dipilih non acak. Nilai efikasi menjadi standar yang harus dimiliki sebelum badan otoritas yang berwenang mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) maupun Emergency Use Listing (EUL).

Sedangkan angka efektivitas, kata Wiku, didapatkan dari hasil penggunaan di masyarakat, sehingga populasinya bersifat acak dan beragam secara demografis seperti usia jenis kelamin, kondisi kesehatan dan lain sebagainya.

"Pengamatan hasil vaksinasi riil di lapangan dapat menunjukkan efektivitas vaksin dalam mencegah keparahan, gejala kematian dan risiko perawatan di rumah sakit," katanya.

Ia mengatakan perhitungan efektifitas sudah seharusnya dilakukan oleh pemerintah beserta dukungan dari berbagai kemitraan sejalan dengan proses percepatan cakupan vaksinasi ke masyarakat luas demi menjamin bahwa kekebalan benar-benar terbentuk.

"Mengingat upaya mencari tahu efektivitas vaksin akan membutuhkan sumber daya dan waktu yang tidak sedikit, maka uji netralisasi dapat dilakukan khususnya saat terjadi dinamika penularan penyakit yang tidak terduga seperti mutasi virus," katanya.

Uji netralisasi tersebut berbasis laboratorium dengan tujuan mengamati kemampuan antibodi sebagai salah satu komponen kekebalan tubuh yang ditimbulkan oleh vaksinasi dalam mengikat virus, kata Wiku.

"Uji netralisasi menjadi penting digunakan saat adanya kebutuhan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat khususnya saat muncul importasi kasus yang mengandung varian baru saat upaya vaksinasi telah dijalankan," katanya.*

Baca juga: Sejumlah negara pengguna platform vaksin mRNA alami peningkatan kasus

Baca juga: Menkes tegaskan efikasi vaksin Sinovac baru dipastikan akhir 2021

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021