"Saat ini korban ada di Polres Metro Jakarta Pusat karena ada proses tambahan terkait upaya pendampingan hukum sehingga menunda pengaduan ke Komnas HAM dan dijadwal ulang," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Jumat.
Beka mengakui sebelumnya MS korban perundungan dan pelecehan seksual oleh rekan-rekan kerjanya di KPI Pusat pernah mengadukan kasus yang menimpanya pada Agustus 2017 ke Komnas HAM.
"Korban mengadu ke Komnas HAM via email dan direspons oleh bagian pengaduan pada September 2017," kata Beka.
Baca juga: Pekan depan, polisi panggil seluruh terlapor kasus perundungan KPI
Pada intinya dari analisa pengaduan korban, Komnas HAM menyimpulkan ada indikasi tindakan pidana.
Berdasarkan hal itu, Komnas HAM menyarankan agar korban melaporkan peristiwa yang dialaminya ke pihak kepolisian karena memiliki kewenangan memproses secara hukum.
Namun, setelah itu, korban tidak pernah lagi menginformasikan kepada Komnas HAM terkait perkembangan penanganan kasus yang dialaminya.
Dari kasus perundungan dan dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh MS, Beka mengakui Komnas HAM belum pernah berkoordinasi dengan KPI setelah aduan pertama masuk ke lembaga itu.
Baca juga: Terduga pelaku perundungan pegawai KPI terancam pasal berlapis
"Tidak ada komunikasi dengan KPI, karena ini sifatnya pengaduan awal dan belum sampai kepada penanganan kasus yang ada di Komnas HAM," ujar dia.
Setelah empat tahun laporan tersebut bergulir, namun hingga korban belum mendapatkan keadilan sehingga melatarbelakangi Komnas HAM menindaklanjuti kembali kasus itu.
"Karena keadilan bagi korban belum dipenuhi dan kedua ini menyangkut mekanisme dan tanggung jawab Komnas HAM sesuai mandat dan undang-undang," kata dia.
Hal itu merujuk kepada pemenuhan hak atas rasa keadilan, rasa aman dan pemulihan wajib diperoleh oleh korban sehingga harus ditangani serta memastikan kebutuhannya terpenuhi.
Baca juga: KPI bentuk tim investigasi internal kasus perundungan pegawai
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021