Pasalnya, kata Dedi, pihak legislator belum melihat objektivitas dari usulan perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya, yang berisi perubahan status hukum PDAM menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda).
Baca juga: Pemprov DKI usulkan subsidi tarif air bersih, atasi ketimpangan
"Karenanya, Bapemperda DPRD DKI meminta PDAM mengkaji lagi naskah akademik sebagai dasar pembahasan pasal per pasal dalam usulan perubahan Perda tentang PDAM Jaya, termasuk misalnya seperti jenis kegiatan usaha. Di dalam jenis kegiatan jenis usaha memang tidak spesifik seperti perda sebelumnya," ujar Dedi di Jakarta, Rabu.
Dedi menjelaskan perubahan pasal yang dimaksud tersebut mengacu pada satu klausul pasal baru, yakni Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 2 dan Bab 5 tentang Kegiatan Usaha.
Rinciannya, Pasal 5 ayat 1 PAM Jaya akan membangun kegiatan yang ruang lingkupnya meliputi pengembangan Sistem Perpipaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan non perpipaan; menyelenggarkan usaha-usaha di perairminuman; menyelenggarakan usaha jasa lainnya yang menunjang kegiatan utama; serta bentuk usaha lain yang mendukung maksud dan tujuan pendirian perusahaan.
Sedangkan, Pasal 5 ayat 2 lebih lanjut menerangkan bahwa PAM Jaya dapat melakukan kerja sama dengan badan atau instansi lain milik pemerintah, diversifikasi usaha sebagai pengembangan perusahaan; pembentukan anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain dan pengelolaan dan pemanfaatan aset perusahaan baik berupa tanah atau bangunan.
Menurut Dedi, klausul pada Pasal 5 menjadi tolak ukur rancangan PAM Jaya yang sebelumnya telah mengusulkan perubahan modal dasar sebesar Rp2 Triliun menjadi Rp23,5 triliun.
Besaran angka tersebut ditargetkan mampu mencakup layanan kebutuhan air bersih di seluruh Ibukota dan Kabupaten Kepulauan Seribu hingga pada 2030.
Baca juga: PAM Jaya sosialisasi pemberlakuan tarif baru untuk Kepulauan Seribu
Karena itu, Dedi mendorong PDAM Jaya sebagai "leading" sektor turut melampirkan inventarisasi data yang lebih akurat untuk dievaluasi lebih lanjut. Seperti halnya, pembangunan Sistem Perpipaan Air Minum (SPAM) yang selama ini dinilai merugikan warga akibat kontrak kerja sama PAM Jaya dengan swasta yang tidak terlaksana dengan baik.
"SPAM itu adalah yang dirasa publik sesuatu yang tidak menguntungkan warga Jakarta, itu yang juga kita ingin melihat perda ini ada solusinya," ucap Dedi.
Sementara itu, Direktur Utama PDAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo memastikan bahwa klausul peningkatan cakupan layanan air bersih telah mengakomodir proyeksi cakupan layanan air bersih hingga 2030 mendatang.
"Karena kita ingin 100 persen di tahun 2030, jadi seluruh rumah warga paling tidak akan mendapatkan akses pelayanan dan air minum perpipaan di tahun 2030," tutur Bambang.
Pihaknya, sambung Bambang akan segera melampirkan kajian lebih lanjut perubahan modal dasar Rp23,6 triliun kepada Bapemperda DPRD DKI. Khususnya, terhadap kebutuhan rencana induk sistem perpipaan non-perpipaan yang akan dilampirkan ke dalam butir pasal tersebut.
"Jadi kebutuhan Rp23,6 triliun itu untuk juga sebetulnya tidak melulu dengan jaringan perpipaan, dan tidak ada kerugian yang berkaitan dengan misalnya usaha multi dari PDAM Jaya dan sebagainya," tutur Bambang.
Baca juga: DKI ajukan subsidi air bersih Rp33,68 miliar
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021