• Beranda
  • Berita
  • Perbankan diminta lindungi nasabah dari serangan siber

Perbankan diminta lindungi nasabah dari serangan siber

23 September 2021 20:14 WIB
Perbankan diminta lindungi nasabah dari serangan siber
Warga melakukan transaksi pembayaran berbasis digital dengan menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) saat peresmian digitalisasi Pasar Banyuasri di Buleleng, Bali, Selasa (30/3/2021). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.

Kami memang belum punya basis hukum terkait perlindungan data nasabah. Tapi kami sudah menaruh pilar-pilar untuk itu, karena perlindungan konsumen jadi perhatian di OJK

Sektor perbankan diminta dapat melindungi nasabahnya terhadap potensi serangan siber di era tren layanan perbankan digital dengan meningkatkan mitigasi risiko.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto mengatakan otoritas telah menerbitkan dua peraturan di sektor perbankan, yakni POJK Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum Baru dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

"Kedua peraturan itu belum memuat secara rinci tentang keamanan sebuah layanan bank digital," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.

Namun, lanjutnya, OJK sedang menyiapkan peraturan baru yang lebih ketat memuat pengawasan, sehingga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan siber.

“Kami memang belum punya basis hukum terkait perlindungan data nasabah. Tapi kami sudah menaruh pilar-pilar untuk itu, karena perlindungan konsumen jadi perhatian di OJK,” ujarnya.

Anung meminta masyarakat pengguna jasa layanan bank lebih cermat menilai setiap hal di dunia maya. Tidak mudah tergiur ketika seseorang mengarahkan untuk menuju link tertentu tanpa mengecek lebih dahulu kesahihannya.

Selain itu, nasabah tidak sembarangan memberikan akses rahasia berupa pin, kata sandi dan lainnya. Bank patut lebih aktif mengedukasi nasabahnya terkait literasi digital.

Kepala Subdirektorat 3 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Dani Kustoni mengatakan nasabah bukan satu-satunya tujuan edukasi digital.

Aspek rentan lainnya adalah perangkat keras yang digunakan layanan digital tersebut, serta aplikasi untuk menjalankan layanan keuangan.

“Harapan kami, pertama, terkait perangkat harus di-update. Dua, aplikasi harus di-upgrade keamanannya secara berkala, dan rajin melakukan tes, kemudian IT support untuk sertifikasi keamanan digital informasi,” tutur Dani dalam diskusi daring bertajuk “Digitalisasi dan Penguatan Sistem Keamanan Perbankan”.

Selain mitigasi terhadap keamanan data dalam layanan perbankan, pakar hukum pidana Asep Iwan Irawan, mengingatkan agar tidak melupakan sisi penegakan hukum.

“Selama ini pengawasan lemah, penegakan hukumnya juga lemah,” ujarnya.

Menurut Asep, keamanan data digital juga harus menjadi tanggung jawab institusi keuangan penyedia layanan. Masyarakat menaruh kepercayaan kepada layanan bank karena telah diatur dalam undang-undang.

Jika tanggung jawab itu tidak dapat dijaga, lanjutnya, lama kelamaan kepercayaan masyarakat bisa luntur.

Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Ary Zulfikar, meminta masyarakat tidak khawatir untuk menyimpan uang di bank. LPS dipastikan menjamin keamanan uang nasabah selama datanya tercatat dengan benar.

“Tugas LPS yakni memberi info bahwa dana nasabah aman. Maka, nasabah harus memahami agar jangan mengumbar data rahasia, pin dan password,” kata dia.

Dia menambahkan nasabah wajib memantau rekeningnya sehingga bisa tahu pergerakan uang dan menaruh curiga kalau melihat transaksi mencurigakan.

Baca juga: Kondisi pandemi desak perbankan lakukan transformasi digital
Baca juga: OJK sebut dua PJOK baru dorong percepatan transformasi digital
Baca juga: OJK segera beri panduan transformasi digital perbankan

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021