Spesialis kedokteran olahraga dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Grace Joselini C, MMRS, SpKO, menyarankan orang-orang untuk rutin mengukur denyut jantung saat berolahraga demi mencegah kelelahan dan kondisi fatal seperti serangan jantung.Analoginya seperti gawai kalau di-charge-nya bagus baterai akan full
"Sebelum pandemi pun saya kalau bertemu pasien atau atlet selalu menyarankan kalau olahraga ukur nadi dengan heart rate monitor," ujar Grace yang juga anggota tim medis Pelatnas Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dalam talk show virtual bertajuk "Manfaat Gawai di Era Pandemi", Rabu.
Satu studi melibatkan pemain hoki menemukan, mereka yang terus-menerus melebihi target dan detak jantung maksimum memiliki tingkat pemulihan yang buruk setelah berolahraga. Mereka juga meningkat risikonya terkena masalah jantung salah satunya aritmia.
Baca juga: Fungsi pemantau jantung EKG akan hadir di Samsung Galaxy Watch Active2
Informasi mengenai detak jantung bisa membantu mengawasi tingkat intensitas olahraga seseorang, memperkirakan berapa banyak kalori yang sebenarnya terbakar sehingga dapat membantu mendapatkan hasil yang diinginkan.
Denyut jantung termasuk salah satu ukuran untuk memperkirakan cadangan energi tubuh seseorang atau kerap disebut body battery. Body battery yang turun dikaitkan dengan kelelahan dan bila ditambah pemulihan tak bagus akibat tubuh dipaksa misalnya tetap berolahraga intensitas berat, maka akan mempengaruhi imunitas hingga kejadian depresi.
"Analoginya seperti gawai kalau di-charge-nya bagus baterai akan full. Kebayang kalau baterai kita low dipakai untuk socmed (yang banyak menguras daya baterai) lama-lama nge-drop. Saat bangun tidak fit," kata Grace.
Baca juga: Obesitas tingkatkan risiko meninggal akibat serangan jantung
Untuk menghitung detak jantung maksimum seseorang bisa dilakukan dengan mengurangkan usia dari 220. Misalnya, apabila Anda berusia 32 tahun, maka detak jantung maksimal 188. Menurut The American Heart Association, detak jantung maksimal saat berolahraga intensitas sedang sekitar 50-70 persen dari detak jantung maksimum seseorang, sementara untuk olahraga yang kuat sekitar 70- 85 persen dari detak jantung maksimum.
Saat ini, pengukuran detak jantung termasuk juga saturasi oksigen yang berperan sebagai tolak ukur pertama sebelum pemeriksaan medis bisa melalui perangkat digital seperti smartwatch, ungkap Country Manager Garmin Indonesia Rian Krisna.
"Manfaat gawai saat pandemi, karena bisa digunakan untuk banyak indikasi. Saya dalam keadaan fit atau tidak, mampu lakukan trainning atau tidak, perlu cek ke dokter apa tidak," kata dia yang menegaskan penggunaan alat digital ini juga bisa menjadi tolak ukur kondisi tubuh, walau tak bisa menggantikan pemeriksaan medis.
Baca juga: Peloton akan hadirkan gelang pemantau detak jantung saat berolahraga
Baca juga: Aplikasi "DETAK" penderita jantung dikembangkan peneliti UB Malang
Baca juga: Dokter: Jangan berolahraga jika jantung berdegup kencang
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021