Sebanyak 220.000 warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat tercatat sebagai orang yang tidak memiliki pekerjaan atau menganggur berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di daerah itu yang disandingkan dengan data milik Badan Pusat Statistik (BPS).Angka pengangguran di Kabupaten Bekasi masih di angka 11,9 persen dari angkatan kerja. Sekitar 220.000-an orang. Relatif tetap angkanya meskipun naik dibanding sebelum pandemi COVID-19
"Angka pengangguran di Kabupaten Bekasi masih di angka 11,9 persen dari angkatan kerja. Sekitar 220.000-an orang. Relatif tetap angkanya meskipun naik dibanding sebelum pandemi COVID-19," kata Kepala Disnaker Kabupaten Bekasi Suhup di Cikarang, Kamis.
Dia mengatakan berdasarkan data Disnaker, di Kabupaten Bekasi beroperasi 7.339 perusahaan. Banyaknya jumlah perusahaan itu ternyata tidak menjamin selesainya masalah pengangguran namun justru makin meningkat.
Ia menambahkan BPS mencatat pada Agustus 2020 angka pengangguran di Kabupaten Bekasi menembus angka 11,54 persen dari angkatan kerja atau sebanyak 212.435 orang. Jumlah tersebut naik signifikan dibandingkan 2019 lalu yang hanya 158.958 orang atau setara 8,4 persen.
"Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi kenaikan angka pengangguran di Kabupaten Bekasi," kata Suhup.
Pemerhati Ketenagakerjaan Bekasi Ahmad Noor mengaku tingginya pengangguran di Kabupaten Bekasi salah satunya disebabkan karena minimnya komitmen pemerintah daerah.
Berbagai balai latihan kerja (BLK) yang dibangun selama ini pun tidak mampu mencetak tenaga kerja yang sepenuhnya dibutuhkan oleh industri.
"Balai yang dimiliki pemerintah hanya mampu mencetak puluhan orang sedangkan jumlah pengangguran mencapai ratusan ribu. Mau sampai kapan pengangguran ini bisa terserap. Bahkan biaya membuat balai latihan kerja, operasional dan segala kebutuhannya bisa jadi tidak sebanding dengan angkatan kerja yang dihasilkan," katanya.
Peraturan Bupati Bekasi terkait perluasan kesempatan kerja bagi warga lokal juga dinilai belum berjalan optimal. Selain itu, kata dia, arus urbanisasi yang tidak terkendali turut membuat ribuan pabrik di wilayahnya banyak diisi warga luar daerah.
"Kalaupun di suatu perusahaan itu isinya warga ber-KTP Kabupaten Bekasi, bisa jadi sebenarnya bukan warga lokal atau warga setempat tapi warga luar yang bekerja di Bekasi. Sebetulnya tidak masalah, tapi bagaimana dengan industri sebanyak ini, warga lokalnya idealnya bisa mendapat pekerjaan, bukan malah menganggur," kata Ahmad Noor.
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengakui pengangguran menjadi persoalan serius di Kabupaten Bekasi. Dirinya bakal mengumpulkan seluruh pengelola kawasan industri untuk membahas permasalahan ini.
Ia juga akan menekankan alokasi minimal 30 persen pegawai di setiap perusahaan berasal dari warga lokal. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Bupati Bekasi Nomor 09 tahun 2019 tentang perluasan kesempatan kerja.
"Besok saya akan kumpul dengan seluruh pengusaha yang besar dan pengelola kawasan, saya ingin menagih yang 30 persen lokal tenaga kerja, tapi ingin konkret gitu ya," katanya.
Menurut dia regulasi yang mengatur kesempatan kerja bagi warga lokal itu tidak dimaksimalkan. Aturan tersebut hanya diterbitkan lalu disosialisasikan namun tidak ditindaklanjuti. Kendati perekonomian belum sepenuhnya pulih, namun komitmen mempekerjakan warga lokal juga tetap harus diperjuangkan.
"Nanti kami ingin warga lokal itu bekerja dengan nyata. Jadi tidak hanya melempar Perbup, sosialisasi lalu selesai, tapi akan kami tagihkan. Nah mudah-mudahan dengan kuota 30 persen dari masyarakat ini bisa menyerap angka penganggur yang meningkat di masa pandemi," demikian Dani Ramdani.
Baca juga: Disnaker Bekasi turunkan target retribusi naker asing imbas pandemi
Baca juga: Dipusatkan di Disnaker, Kabupaten Bekasi buka posko THR Keagamaan
Baca juga: Pemkab Bekasi siapkan pusat pelatihan tenaga kerja terlengkap
Baca juga: Apindo dukung optimalisasi penyerapan tenaga kerja lokal Bekasi
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021