• Beranda
  • Berita
  • Sepenggal kisah loader cabang olahraga angkat berat PON Papua

Sepenggal kisah loader cabang olahraga angkat berat PON Papua

14 Oktober 2021 13:58 WIB
Sepenggal kisah loader cabang olahraga angkat berat PON Papua
Loader Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua Iin Zulkarnain berpose di sisi panggung kejuaraan angkat berat yang dihelat di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (14/10/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).
IIn Zulkarnain kembali lagi ke panggung Pekan Olahraga Nasional (PON) di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Kamis. Ini adalah hari kesembilan dia bertugas mendukung sukses kompetisi cabang olahraga angkat berat pada pesta olahraga nasional empat tahunan itu.

Pria yang karib disapa Kang Iin ini bukan seorang atlet yang tengah membela martabat suatu provinsi. Namun peran yang dimainkannya cukup krusial dalam menopang prestasi atlet angkat besi dan angkat berat yang sedang berlaga.

"Kalau ditanya peran kami di PON ini, tentu berisiko. Bayangkan saja, kalau seorang lifter hanya mengangkat beberapa kali barbel, kami harus berulang-ulang kali mengangkat dan bongkar pasang barbel," katanya saat membuka obrolan bersama Antara di belakang panggung.

Iin lahir di Jawa Barat 40 tahun silam. Saat ini ia dipercaya menjadi koordinator tim loader PON XX Papua bersama 12 rekannya.

Iin menyebut angkat berat sebagai misi paling berisiko sekaligus menguras stamina bila dibandingkan angkat besi. Tim loader harus mengurus puluhan keping barbel yang masing-masing seberat 25kg (warna merah), 20kg (warna biru), 15kg (warna kuning), 10kg (warna hijau) dan piringan barbel 5kg serta 2,5kg.

"Babak squat dan dead lift itu tumpuannya kaki. Itu luar biasa banget beratnya apalagi untuk atlet kelas 93kg dan 105kg. Risikonya juga besar buat loader di saat harus melindungi atlet yang tidak kuat," katanya.

Pernah saat bertugas di PON Palembang 2021, salah satu anggotanya mengalami kecelakaan. Barbel seberat 200kg lebih itu terlepas dari cengkeraman jari seorang lifter saat tampil di babak squat. Tak ayal barbel pun memantul di lantai panggung hingga mengenai kaki kiri petugas loader.

"Belum 15 menit pertandingan berjalan, barbel jatuh langsung kena jari kakinya. Kita bawa ke ruang medis dan ternyata harus amputasi kaki dan sekarang hanya bersisa jempolnya saja. Itu baru pantulan, gimana kalau langsung kena," katanya.

Iin menyebut insiden kelam itu sebagai pelajaran dari koordinasi yang tidak berjalan baik di kalangan loader. "Saat itu hari pertama, tim loader ingin tampil di siaran tv. 12 orang loader naik semua ke panggung, jadi ruangnya semakin sempit," katanya.

Baca juga: Lifter Viki ingin manfaatkan emas PON Papua untuk jualan seprai

Selanjutnya : berpengalaman
Sejumlah loader bersiaga saat seorang atlet angkat berat Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua beraksi di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (14/10/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)

Berpengalaman

Hingga saat ini sudah lebih dari 20 tahun Iin menjalani profesi sampingan sebagai loader. Pegawai administrasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu menderitakan dirinya juga pernah mengecap peristiwa lain saat salah satu kontingen menjadikan loader sasaran kekalahan usai mereka bertanding.

Alasannya, loader dituduh salah merangkai tumpukan barbel sehingga mempengaruhi capaian angkatan atlet. "Kalau bengkok sedikit saja barbelnya, itu bisa bikin angkatan atlet gagal, sebab jadi tidak imbang bagian kanan dan kirinya," katanya.

Iin dan kolega pun jadi sasaran amarah atlet dan pelatih yang kalah. Tidak jarang mereka menjadi pihak terlapor saat dewan wasit menangani perkara dari protes atlet.

Belajar dari pengalaman itu, Iin kini lebih selektif dalam merekrut anggota. Kuncinya adalah kekompakan dan wawasan loader saat menjalankan tugasnya. Minimal dia harus menghapal di luar kepala berapa bobot barbel sehingga saat dipasang bisa lebih akurat dan presisi.

Formasi tim pun diubah menjadi dua kelompok, masing- masing sebanyak enam orang. Tim pertama di atas panggung, dan tim kedua bersiaga di sisi panggung.

Namun khusus angkatan barbel seberat 400kg lebih, Iin menambah personel panggung menjadi tujuh orang, sisanya bersiaga.

"Kita ada di belakang atlet, makanya antisipasi kalau atlet gak kuat, langsung saya tangkap barbel itu," katanya.

Pada gelaran PON Papua, Iin merekrut tim yang seluruhnya berasal dari warga Jawa Barat. Sebab dirasa lebih kompak dalam berkomunikasi dan memiliki fisik dan stamina yang kuat. Selain itu mereka juga telah berpengalaman di PON Jabar 2016.

Baca juga: Gara-gara selisih bobot badan, atlet tuan rumah angkat berat mengamuk

Selanjutnya : ingin pensiun
Kang Iin dan sejumlah rakannya sesama loader Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tengah bertugas di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (14/10/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)

Ingin pensiun

Bekerja dengan hati nurani, itu prinsip yang selalu ditekankan Iin kepada tim. Meski enggan menyebut besaran honor yang diterima dari penyelenggara lomba, namun Iin memastikan kecintaannya pada profesi itu.

Awal mula Iin bergabung sebagai loader didorong oleh peran sang paman yang pernah menjadi wasit angkat besi. Saat itu Iin diminta memilih, mau jadi atlet atau panitia. "Saya pilih jadi loader," katanya.

Ia mengaku tidak pernah mengajukan besaran honor kepada penyelenggara, sebab berbagai instansi yang mengurus olahraga di Jawa Barat sudah seperti keluarga bagi Iin.

Ia percaya loader sebagai profesi yang tak lekang dimakan usia. Selama masih ada pertandingan yang melibatkan barbel, di sana akan selalu dibutuhkan peran loader.

"Setiap pertandingan pasti butuh loader. Hitungannya harus pintar. Loader harus tahu di luar kepala dan harus pas mengukur barbel," katanya.

Ia pun bersyukur hingga saat ini peran loader belum tergantikan mesin maupun robot seperti yang dialami beberapa rekannya yang harus lebih dulu pensiun sebagai pencatat skor sebab panel digital menggantinya beberapa tahun lalu.

"Kalau loader ini hanya tenaga manusia yang bisa. Belum ada mesin yang sanggup bongkar pasang barbel dalam 2 menit. Kenapa harus cepat?, sebab kaki lifter kan dibalut kencang saat mau tampil. Itu tidak boleh lama karena aliran darahnya terhambat," katanya.

Tampil di ajang PON XX Papua boleh jadi penampilan terakhir Iin menyokong kesuksesan kejuaraan nasional angkat berat. Usia yang semakin menua, berpotensi memicu risiko kerja yang lebih besar ke depan. "Ke depan saya mau alihkan ke adik-adik saya. Kan tidak selamanya juga saya bertahan di loader," katanya.

Iin bersama tim telah mengisahkan betapa penting peran mereka di belakang kesuksesan seorang atlet. Laga angkat berat PON Papua boleh jadi hambar tanpa mereka. Terima kasih loader, peranmu turut mewarnai teriakan dan tangisan kami di tribun penonton.

Baca juga: Susi Susanti pecahkan rekor Asia angkatan dead lift di PON Papua
Baca juga: Sepuluh provinsi berburu emas pemungkas angkat berat PON Papua

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021