BPJS Kesehatan melakukan berbagai upaya dan inovasi untuk meningkatkan penerimaan iuran pekerja informal dalam program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).dalam kepesertaan JKN-KIS, pekerja informal masuk dalam segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP)
"Struktur pekerja di Indonesia masih didominasi pekerja sektor informal, yaitu 60 berbanding 40. Tingginya proporsi pekerja informal dibandingkan pekerja formal tentu berpengaruh dalam penyelenggaraan program asuransi kesehatan sosial seperti JKN-KIS yang mengandalkan pembiayaan dari iuran peserta. Pengumpulan iuran dari pekerja informal adalah pekerjaan berat mengingat penghasilan mereka fluktuatif," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Ali menyebut dalam kepesertaan JKN-KIS, pekerja informal masuk dalam segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Upaya BPJS Kesehatan tersebut di antaranya seperti menambah jumlah dan alternatif pembayaran, memberlakukan autodebit serta melakukan penagihan melalui Kader JKN, agen institusi dan telecollecting. Di samping itu, BPJS Kesehatan juga melibatkan masyarakat perorangan maupun badan usaha untuk berpartisipasi membantu membayari iuran peserta JKN-KIS PBPU dan BP yang membutuhkan melalui program donasi dan Corporate Social Responsibility (CSR).
"Program asuransi kesehatan sosial dapat berjalan lebih optimal jika struktur pekerja didominasi pekerja formal yang memiliki penghasilan stabil, tercatat dan mudah dikumpulkan. Prinsip asuransi sosial mengutamakan gotong royong dan subsidi antara peserta yang sehat dan yang sakit tanpa melihat segmentasi peserta. Oleh karena itu, kami berupaya memperkuat strategi kepatuhan membayar iuran bagi peserta PBPU sehingga peserta membayar iuran tidak hanya pada saat sakit saja namun dapat membayar secara rutin," ujar Ghufron.
Menurut dia, pengumpulan iuran dari sektor pekerja informal masih menjadi tantangan tersendiri dalam penyelenggaraan program JKN-KIS. Tantangan ini tidak hanya terjadi pada Program JKN-KIS di Indonesia, melainkan juga terjadi pada program asuransi kesehatan sosial di negara lain yang komposisi pekerjanya didominasi pekerja informal.
Ghufron menambahkan kewenangan BPJS Kesehatan terbatas pada pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan pembayaran iuran.
Sementara pemberian sanksi berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu harus dilakukan oleh institusi berwenang lainnya yang berada di bawah kendali pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukan penguatan sinergi dan kolaborasi antarinstansi sesuai dengan tupoksi masing-masing.
"Karenanya hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Regulasi turunan yang lebih spesifik terkait mekanisme pengenaan sanksi administratif harus segera disusun dan ditetapkan termasuk mengatur peranan instansi-instansi terkait di mana layanan publik diberikan," ucapnya.
Baca juga: BPJS Kesehatan ungkap strategi program JKN-KIS di tengah pandemi
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Sustainabilitas jaminan kesehatan harus terjaga
Baca juga: Peserta segmen PBI rasakan manfaat JKN-KIS
Baca juga: Layanan digital beri dampak positif pada pelayanan kesehatan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021