Harga ini ditetapkan dalam upaya membantu pertumbuhan ekonomi nasional serta petani di Indonesia
Pandemi global dan melonjaknya harga komoditas amoniak, phosphate rock, dan KCl (bahan baku NPK), gas hingga minyak bumi di pasar internasional turut mempengaruhi harga pokok produksi pupuk di Indonesia.
Selain dipicu konflik pasokan gas antara Rusia, Eropa, dan Amerika Serikat, harga komoditas pupuk naik lantaran pandemi COVID-19 yang menyebabkan negara-negara eksportir pupuk seperti Rusia dan China menahan ekspor mereka demi mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
“Harga pupuk internasional cenderung bergerak tergantung supply dan demand. Di tahun 2020 harga internasional relatif stabil, namun tahun ini (2021) melambungnya harga komoditi karena tingginya permintaan untuk stabilisasi pangan di negara-negara di dunia, serta krisis energi di Eropa," kata Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara, di Jakarta, Selasa.
Kendati demikian produsen pupuk dalam negeri khususnya Pupuk Indonesia Group masih menjual pupuk komersil atau nonsubsidi di bawah harga pasar internasional.
Ia menjelaskan saat ini harga urea internasional berkisar 785 dolar AS atau setara Rp12.320.000 per ton termasuk PPN (Kurs Rp14.200).
Baca juga: Pemerintah komitmen jaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pupuk
Sementara harga jual Pupuk Indonesia Group khusus untuk urea domestik berkisar Rp9,6 juta per ton atau lebih murah sebesar Rp2,7 juta. Begitu juga dengan pupuk NPK 15-15-15 harga internasionalnya saat ini 530 dolar AS atau Rp7,5 juta per ton, sedangkan Pupuk Indonesia grup menjual di harga 439 dolar AS atau Rp6,2 juta per ton (belum PPN), lebih murah dari harga Internasional.
“Harga ini ditetapkan dalam upaya membantu pertumbuhan ekonomi nasional serta petani di Indonesia. Sementara untuk NPK dikarenakan saat ini harga bahan baku impor cukup tinggi, maka berpengaruh ke harga jual juga,” ujar Tossin.
Sebagai perbandingan saat ini di negara tetangga seperti Malaysia menjual pupuk urea di harga internasional yaitu kisaran 785 dolar AS, sementara Filipina negara yang tidak memiliki pabrik pupuk urea, harus menerima harga pupuk urea setara dengan harga internasional ditambah biaya distribusi.
Disamping itu faktor lain yang turut mempengaruhi Harga Pokok Penjualan (HPP) pupuk yakni biaya freight atau angkutan kapal, di mana banyak perusahaan transportasi yang operasionalnya terdampak pandemi COVID-19.
“Sementara saat pandemi mulai melandai, perdagangan mulai tinggi, justru terjadi shortage atau kekurangan jumlah kapal. Sehingga menyebabkan biaya transportasi naik, di samping harga solar juga naik. Kenaikan itu menyebabkan harga pokok produksi pupuk juga ikut naik,” kata Tossin.
Baca juga: Pupuk Indonesia: Penurunan harga gas beri efisiensi ongkos produksi
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021