Sekolah Luar Biasa (SLB) Muhammadiyah di Kabupaten Bireuen, Aceh dinilai menjadi salah satu model sekolah inklusi (anak berkebutuhan khusus) di tanah rencong.ini wujud dari budaya sosial inklusi
Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa (PPPPTK TK & PLB) Abu Khaer, di Bireuen, Minggu, berharap ikhtiar yang telah dijalankan dalam lingkungan pendidikan Muhammadiyah ini dapat diadopsi sekolah lainnya.
"Ini menjadi role model dan menjadi inspirasi bagi lingkungan sekolah-sekolah lainnya di Aceh," Abu Khaer saat melakukan kunjungan kerja ke SLB vokasional Muhammadiyah serta kunjungan ke sekolah penggerak di Bireuen, yakni SDIT Muhammadiyah, yang kebetulan satu komplek.
Abu Khaer mengatakan, keberadaan SLB dan peserta didik berkebutuhan khusus di tengah-tengah sekolah regular merupakan satu inspirasi sebuah kehidupan lingkungan pendidikan yang ramah disabilitas.
Baca juga: Kemendikbudristek ubah stigma disabilitas melalui sekolah inklusif
Baca juga: Pemkot Tangerang bentuk sekolah inklusi setiap kecamatan
Baca juga: Pemkot Tangerang resmikan 79 sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus
Abu mengaku terharu melihat komplek pendidikan di Muhammadiyah Bireuen, di mana anak-anak berkebutuhan khusus di sana dapat berbaur gembira dengan anak-anak lainnya. Mereka dapat bermain, belajar dan salat bersama, saling menghargai dan menyayangi.
"Ini wujud dari budaya sosial inklusi dan tentunya akan berdampak positif untuk perkembangan akademik, emosi dan sosial anak-anak berkebutuhan khusus," ujarnya.
Abu menyampaikan, supaya sekolah dapat melayani anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan fitrahnya, maka harus melakukan identifikasi serta asesmen agar dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak.
Secara regulasi, kata Abu, pemberian pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus juga telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
"Peraturan tersebut telah menjadi dasar penguat ketika melaksanakan program-program berkaitan dengan pendidikan yang ramah anak," demikian Abu Khaer.
Baca juga: Angkie Yudistia: Sekolah inklusi jadi PR besar penyetaraan disabilitas
Abu mengaku terharu melihat komplek pendidikan di Muhammadiyah Bireuen, di mana anak-anak berkebutuhan khusus di sana dapat berbaur gembira dengan anak-anak lainnya. Mereka dapat bermain, belajar dan salat bersama, saling menghargai dan menyayangi.
"Ini wujud dari budaya sosial inklusi dan tentunya akan berdampak positif untuk perkembangan akademik, emosi dan sosial anak-anak berkebutuhan khusus," ujarnya.
Abu menyampaikan, supaya sekolah dapat melayani anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan fitrahnya, maka harus melakukan identifikasi serta asesmen agar dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak.
Secara regulasi, kata Abu, pemberian pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus juga telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
"Peraturan tersebut telah menjadi dasar penguat ketika melaksanakan program-program berkaitan dengan pendidikan yang ramah anak," demikian Abu Khaer.
Baca juga: Angkie Yudistia: Sekolah inklusi jadi PR besar penyetaraan disabilitas
Baca juga: Yogyakarta ingin tambah sekitar 20 sekolah inklusi hingga 2022
Baca juga: Pemkab Banyuwangi latih puluhan guru sekolah inklusi
Baca juga: Pemkab Banyuwangi latih puluhan guru sekolah inklusi
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021