• Beranda
  • Berita
  • Bincang-bincang bersama sutradara Jepang Mayu Nakamura (bagian 2)

Bincang-bincang bersama sutradara Jepang Mayu Nakamura (bagian 2)

8 November 2021 11:42 WIB
Bincang-bincang bersama sutradara Jepang Mayu Nakamura (bagian 2)
Sutradara Mayu Nakamura "Intimate Stranger" di karpet merah Festival Film Internasional Tokyo 2021, Jepang. ANTARA/HO-TIFF 2021.
Setelah berbincang selama kurang lebih 30 menit via zoom, ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dari sutradara Jepang Mayu Nakamura mengenai film "Intimate Stranger" yang tayang di Festival Film Internasional Tokyo 2021. Berikut adalah uraian perbincangan ANTARA dengan Mayu Nakamura mengenai film terbaru yang dibintangi oleh Asuka Kurosawa (Megumi) dan Kamio Fuju (Yuji). 

Dalam "Intimate Stranger", Asuka berperan sebagai Megumi yang mencari Shinpei (Yuu Uemura) putranya yang hilang, sementara Yuji adalah sosok misterius yang mendadak muncul, menawarkan jawaban atas kepergian Shinpei. Yuji, yang sepantaran dengan anak Megumi, terlibat dengan hubungan rumit dengan Megumi. Seiring waktu berjalan, terkuaklah pengalaman masa lalu yang membuat mereka terhubung. Megumi dan Yuji memiliki sisi lain yang penuh rahasia, menciptakan twist dalam film menegangkan ini.

Walau idenya sudah dipikirkan sejak 2007, butuh waktu bertahun-tahun untuk mewujudkan film ini. Mayu mengubah ide cerita agar film bisa dibuat di tengah pandemi COVID-19. Sutradara yang juga membuat film pendek "Among Four of Us" dengan latar belakang kehidupan di tengah virus corona berbincang mengenai detail-detail dalam "Intimate Stranger" beserta makna yang tersirat di dalamnya.

Baca juga: Bincang-bincang bersama sutradara Jepang Mayu Nakamura (bagian 1)

Tanya (T): Bicara soal simbol dalam film, ada beberapa adegan dengan cermin, termasuk di adegan terakhir saat muncul lagi panggilan telepon penipuan. Ada alasan simbolis?

Jawab (J): Terima kasih sudah memperhatikan hal-hal kecil. Cermin ini dipakai oleh perempuan setiap hari untuk melihat dirinya sendiri, tertuama di adegan ketika Megumi menatap dirinya di cermin, dia menerima fakta dirinya sudah menua, tapi masih merasakan sensualitas. Di adegan lainnya, DP dan saya menggunakan cermin untuk menunjukkan sisi lain dari karakter yang tidak kita lihat.

T: Soal warna, mengapa Anda memilih interior yang dominan putih di rumah Megumi sehingga terkesan kosong? Apakah untuk mencerminkan hidupnya yang kosong karena merasa gagal sebagai ibu dan istri? Lalu, alasan apa yang membuatmu membuat kamarnya di malam hari dominan cahaya merah, untuk memperlihatkan dia itu sebetulnya berbahaya?

J: Kami mencoba membuat ruangan Megumi terlihat sepi, tapi berantakan. Megumi itu rapi di berbagai hal, tapi juga ceroboh dan berantakan di sisi lain untuk menunjukkan mentalnya yang tidak seimbang. Dalam hal palet warna, kami ingin membuat ruangannya terlihat kosong dan tak berwarna saat siang hari untuk mewakili persona Megumi setiap hari. Sebaliknya, kami membuat kamarnya terlihat berbahaya dan seksi pada malam hari, menunjukkan sisi lain darinya.
Sutradara Mayu Nakamura (kiri) dan aktris Asuka Kurosawa dalam film "Intimate Stranger" di karpet merah Festival Film Internasional Tokyo 2021, Jepang. (HO/TIFF 2021)



Baca juga: Film "Belfast" raih penghargaan People's Choice di TIFF

T: Boleh diceritakan tentang lukisan di film?

J: Lukisan itu berjudul "Pity" dari penyair Inggris William Blake. Itu harusnya mewakili beberapa adegan dari MacBeth, tapi buat saya itu seperti malaikat mengambil seorang anak dari ibunya. Jadi saya kira itulah gambaran yang menyimbolkan Megumi kehilangan buah hati.

T: Penonton bisa membayangkan apa sih yang ada di dalam kotak dalam adegan tertentu, kalau dalam versimu, apa isinya?

J: Saya sengaja membiarkannya ambigu, jadi silakan penonton membayangkan apa itu di dalamnya.

T: Anda sudah menyebut sedikit tentang tantangan yang dihadapi sutradara perempuan di Jepang, tapi ada lagi kah tantangan lain yang dihadapi? Seperti apa situasi di sana?

J: Saya pikir sekarang ada lebih banyak perempuan yang membuat film di Jepang dan ini sangat membesarkan hati. Tapi masih sulit membuat film tentang perempuan dewasa. Saya mendapat kesulitan mengumpulkan dana untuk film ini gara-gara pemeran utamanya perempuan 46 tahun yang menjalin hubungan aneh dengan lelaki muda. Menurut saya ini karena para investor sebagian besar adalah pria-pria paruh baya (sebagian investor malah bilang dia merasa jijik melihat perempuan dewasa menjalin hubungan seksual dengan lelaki muda). Saya kira kesulitan yang kami hadapi di industri film Jepang adalah banyak laki-laki menganggap peran untuk perempuan ya hanya sebagai ibu dan istri. Kami hanya dianggap menarik saat remaja dan usia 20-an, setelah itu perempuan harus menikah dan punya anak. Banyak aktris Jepang menghadapi masalah ini, mereka tidak mendapat peran-peran menarik selain jadi istri dan ibu. Saya ingin mengubah itu, makanya saya ingin aktris Jepang yang sudah dewasa bisa tetap punya pesona dan seksi seperti aktris-aktris Prancis, misalnya Isabelle Huppert atau Juliet Binoche yang masih memainkan peran-peran seperti itu di usia 50-an dan 60-an.

T: Ada proyek baru yang sedang dikerjakan? Tema apa yang ingin Anda eksplorasi?

J: Saya sedang mengerjakan beberapa proyek. Saya sedang berada di fase post-produksi film panjang lain tentang COVID dan perempuan.

T: Sekarang film bisa ditonton juga di handphone berkat platform digital, bagaimana Anda melihat masa depan film di tengah meningkatnya platform digital?

J: Saya kira platform digital bagus sekali untuk mendistribusikan film, tapi saya juga ingin orang merasakan film di bioskop juga. Menurut saya, film bukan cuma soal bercerita (penonton juga bisa mendapatkan cerita lewat handphone), tapi sesuatu yang dirasakan dan saya ingin orang-orang mendapatkan pengalaman itu. Terima kasih untuk perhatiannya, saya harap film ini bisa juga dirilis di Indonesia.



Baca juga: "Wife of Spy" dapat penghargaan bergengsi di Asian Film Awards

Baca juga: Film dan keluarga tak terpisahkan bagi Kamila Andini

Baca juga: Perempuan Indonesia menantang untuk ditulis, kata Kamila Andini

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021