"Membumbui" dunia dengan rempah nusantara

9 November 2021 19:53 WIB
"Membumbui" dunia dengan rempah nusantara
Pengunjung mengambil gambar ribuan resin bening berisi rempah nusantara yang dipamerkan di Paviliun Indonesia pada ajang Expo 2020 Dubai. ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta

Nilai ekspor rempah dan bumbu yang sebesar 1 miliar dolar AS pada 2020, dibidik melesat hingga dua kali lipat atau 2 miliar dolar AS pada 2024,

Nusantara merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati dunia. Sebanyak 11 persen jenis tumbuhan dunia menempati hutan tropis di berbagai daerah di Indonesia.

Terdapat sekitar 30.000 spesies tanaman, di mana sebagian besar di antaranya dikenal sebagai rempah.

Rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau memiliki rasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai perasa. Rempah juga biasa digunakan untuk tujuan yang mirip seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering.

Banyak tanah lain di seluruh penjuru dunia, namun anugerah bernama rempah tumbuh subur salah satunya di bumi Nusantara.

Rempah juga menjadi salah satu alasan penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai Maluku. Kemudian, bangsa Belanda menyusul ke tanah Ambon dengan alasan yang sama.

Sejarah mencatat, rempah bukan sekadar komoditas, namun berperan sebagai faktor penting dalam sejarah peradaban global.

Begitu berartinya rempah dalam kehidupan manusia sehingga berperan penting bagi perkembangan ekonomi, sosial budaya, dan politik dalam skala lokal maupun internasional.

Latar belakang tersebut membawa Indonesia ingin kembali mengangkat komoditas rempah Nusantara agar semakin dikenal dunia.
Baca juga: Kementan: ekspor rempah Indonesia meningkat belasan persen

Expo 2020 Dubai

Dengan digelarnya perhelatan internasional Expo 2020 Dubai, maka Indonesia memiliki kesempatan emas untuk kembali memperkenalkan rempah nusantara kepada dunia.

Di ajang tersebut, Paviliun Indonesia menghadirkan aneka rempah nusantara dengan cara berbeda. Jahe, kunyit, cengkeh, bunga lawang, lengkuas, lada, pala, ketumbar, hingga kemiri, tertanam dalam ribuan resin bening yang terhampar mengikuti peta Indonesia dan menyambut para pengunjung yang datang.

Sambil menikmati pameran rempah dalam keindahan seni resin, pengunjung diperdengarkan tentang apa itu rempah dan bagaimana peran rempah terhadap sejarah perdagangan Indonesia.

Indonesia juga mengusung program "Spice Up The World" yang merupakan kerja sama lintas sektor kementerian dan lembaga yang mengangkat rempah dari hulu hingga ke hilir.

Aneka rempah nusantara yang dipamerkan di Paviliun Indonesia pada ajang Expo 2020 Dubai. (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)

Program tersebut terlahir atas keprihatinan kurang dikenalnya bumbu asli Indonesia padahal memiliki cita rasa yang khas dan potensi yang tinggi.

Dilihat dari pemenuhan pasar mancanegara, Indonesia hanya mampu memenuhi 0,67 persen kebutuhan bumbu di Afrika dan sekitar 3,87 persen kebutuhan di Australia.

Pada perhelatan National Day Indonesia di Expo 2020 Dubai yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Indonesia meluncurkan program "Spice Up The World" di tengah atraksi budaya yang memukau.

Peluncuran di depan ribuan publik mancanegara tersebut diharapkan mampu meningkatkan perdagangan rempah-rempah dan bumbu Indonesia.

Nilai ekspor rempah dan bumbu yang sebesar 1 miliar dolar AS pada 2020, dibidik melesat hingga dua kali lipat atau 2 miliar dolar AS pada 2024.

Di saat yang sama, Pemerintah Indonesia juga mencanangkan penambahan rumah makan Indonesia menjadi 4.000 restoran di luar negeri dari jumlah sebelumnya 1.021 pada 2020.

Menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor rempah-rempah Indonesia pada Januari-Agustus 2021 tercatat sebesar 499,1 juta dolar AS.

Nilai tersebut tumbuh 12,88 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020. Produk rempah Indonesia yang diekspor adalah pala, cengkeh, lada putih, kayu manis, dan kapulaga. Adapun negara tujuan utama ekspor rempah Indonesia yakni Amerika Serikat, Tiongkok, India, Vietnam, dan Belanda.

Program yang dinaungi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu melibatkan lintas kementerian/lembaga, dengan target potensialnya adalah Australia dan negara-negara di Afrika, meski tidak menutup kemungkinan dari negara lain di penjuru dunia.

“Atas nama Indonesia, dengan rendah hati kami merasa terhormat menjadi bagian dan bisa berbagi sejarah kami, budaya kami, aspirasi kami, dan tentu saja, tidak terlupakan kekayaan kuliner lezat khas Indonesia dengan komunitas global,” kata Mendag pada perhelatan itu.
Baca juga: COVID-19 momentum kebangkitan ekspor rempah

Strategi

Untuk mencapai target tersebut, Kemendag menggandeng Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) untuk turut bersinergi dan mengambil peran dalam meningkatkan ekspor maupun jumlah rumah makan Indonesia di dunia.

Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman dalam kunjungan bisnis ke Dubai mengatakan, sangat sedikit produk makanan dan minuman Indonesia yang tersedia di toko serba ada Dubai, termasuk rempah dan bumbu khas nusantara.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi Lukman. (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)

Untuk itu, Gapmmi menandatangani nota kesepahaman dengan Sarinah dan BNI untuk mendorong agar apa yang menjadi tujuan Spice Up The World dapat tercapai. Dari nota kesepahaman tersebut, produk rempah dan bumbu Indonesia akan mendapatkan diskon pengiriman atau logistik sebesar 30 persen untuk diekspor ke berbagai negara di dunia.

Menurut Adhi, BNI juga siap membiayai restoran Indonesia baru yang akan didirikan di berbagai negara, sehingga target 4.000 restoran Indonesia di dunia dapat dicapai.

Dengan adanya restoran-restoran tersebut, maka kebutuhan akan rempah dan bumbu mancanegara akan semakin meningkat. Dengan demikian, ekspor kedua produk tersebut juga turut naik.

Gapmmi juga telah melakukan kurasi terhadap 200 perusahaan besar dan UKM pengolah bumbu dan rempah untuk mendapatkan produk potensial ekspor.
Baca juga: Kemendag jelaskan ekspor rempah Indonesia masih rendah

Dari 200 perusahaan yang dikurasi tersebut, didapatkan 68 perusahaan pengolah bumbu yang memenuhi standar ekspor. Kemudian, 17 di antaranya diberi kesempatan untuk memamerkan produknya di Paviliun Indonesia.

Menariknya, dari 17 perusahaan tersebut, hanya dua perusahaan yang tergolong besar yakni Indofood dan Finna. Sementara 15 perusahaan lainnya adalah UKM dari berbagai daerah di Indonesia.

Bumbu rendang, nasi goreng, dan gado-gado menjadi prioritas yang ekspornya ingin ditingkatkan. Sementara itu, terdapat enam macam rempah yang juga menjadi prioritas, yakni kunyit, pala, kayu manis, lada, dan vanila.

Bumbu dan rempah tersebut akan fokus digenjot untuk masuk tiga benua, yaitu Afrika, Amerika, dan Eropa. Meskipun demikian, ia tidak menutup kemungkinan untuk membuka peluang ekspor ke negara lain.

Menurut Adhi, Afrika dipilih karena merupakan negara yang banyak menggunakan bumbu dalam masakannya, namun potensinya belum digarap maksimal oleh Indonesia.

Sedangkan, ekspor ke Eropa dinilai sangat potensial karena sejarah Belanda dan Portugal yang menginginkan rempah asal Indonesia di masa lalu. Untuk itu, Pemerintah Indonesia ingin kembali menggarap potensi pasar di sana.

Dengan upaya tersebut, diharapkan target ekspor 2 miliar dolar AS dan terbangunnya 4.000 restoran Indonesia dapat tercapai sesuai rencana, sehingga rempah nusantara benar-benar dapat "membumbui" dunia.

Baca juga: Ekspor rempah melonjak di tengah pandemi global
Baca juga: Kapulaga, rempah Indonesia yang makin diminati pasar ekspor
Baca juga: Luhut dorong kampanye bumbu asli Indonesia "Spice Up The World"

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021