“Untuk pencegahan stunting di tingkat keluarga, tidak bisa memperberatkan peran ganda perempuan. Ini artinya, anggota keluarga lain juga harus digerakkan,”
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Kepresidenan Brian Sriprahastuti mengatakan para ibu perlu mulai dijadikan sebagai subjek untuk dapat membantu cegah terjadinya anak lahir dalam keadaan stunting (kekerdilan).
“Tugas kita adalah bagaimana menempatkan ibu sebagai subjek. Artinya, kita tidak hanya berbicara kewajiban ibu terhadap keluarga, tetapi juga ada hak ibu di sana,” kata Brian dalam Webinar Hari Kesehatan Nasional Ke-57 "Anak Sehat Indonesia Tumbuh" yang diikuti di Jakarta, Kamis.
Brian menjelaskan selama ini ibu hanya diposisikan sebagai objek, yang lebih banyak dituntut untuk bertanggung jawab menjaga kesehatan agar dapat mengasuh anak di rumah. Namun, tidak banyak yang berbicara mengenai hak-hak ibu sebagai seorang perempuan di dalam kehidupan berumah tangga.
Untuk dapat mulai dapat menempatkan ibu sebagai subjek pencegahan stunting, dia mengatakan keluarga perlu mempertimbangkan kembali peran ganda yang dimiliki seorang ibu. Meskipun ibu bertanggung jawab untuk mengasuh dan merawat keluarga, ibu juga punya hak untuk mendapatkan rekomendasi berupa saran maupun edukasi kesehatan seputar cara mencegah anak lahir stunting.
“Untuk pencegahan stunting di tingkat keluarga, tidak bisa memperberatkan peran ganda perempuan. Ini artinya, anggota keluarga lain juga harus digerakkan,” kata dia.
Menurut Brian, para ibu merupakan kelompok rentan karena memiliki fungsi dalam menjalankan reproduksi dan masuk dalam konstruksi sosial yang disesuaikan dengan gender, sehingga diperlukan strategi-strategi yang dapat memberdayakan ibu sebagai perempuan.
Baca juga: BKKBN: Stunting tidak hanya soal kelaparan tapi kematian ibu dan bayi
Baca juga: BKKBN: Penuhi gizi seimbang ibu hamil dan balita dengan pangan lokal
Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pemberdayaan perempuan adalah membiarkan ibu mengambil keputusan atas dirinya dalam keluarga maupun mengenai masalah yang terkait anak di dalam keluarga.
Selanjutnya posisi ibu pada saat hamil, bersalin hingga memasuki fase menyusui perlu lebih diperhatikan. Karena dalam fase tersebut, ibu memiliki andil untuk memastikan dapat lahir dengan selamat, tumbuh dan berkembang secara optimal.
“Ibu bersalin itu, punya tanggung jawab memastikan anak lahir selamat, anaknya cukup bulan, berat badanya lebih dari 2.500 gram dan panjang badannya lebih dari 48 sentimeter. Di sisi lain, ibu juga punya risiko kematian saat proses persalinan,” tegas Brian.
Terakhir dia menjelaskan bahwa ibu memiliki kondisi-kondisi khusus sebagai kelompok rentan di mana tidak bisa selalu menjalankan peran dalam keluarga. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat dibutuhkan, seperti pada saat ibu mengambil cuti hamil.
Brian mengatakan pada kondisi khusus itu, kebutuhan gizi ibu perlu betul-betul diperhatikan karena dapat berdampak pada ASI yang diberikan pada bayi serta waktu yang tidak teratur untuk beristirahat, karena banyaknya ASI akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi.
“Maka peran ganda itu akan semakin besar di pundak perempuan, sehingga perlu ada upaya untuk memastikan pembagian peran dengan baik dengan pasangannya,” ujar dia.Baca juga: Menkes: KB pilar pertama cegah kematian ibu dan stunting
Baca juga: Kepala BKKBN: Perkawinan anak pengaruhi kondisi ibu dan anaknya
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021