Aksi sekitar 8 orang petugas Polhut KHP itu di sekitar kediaman Gentong di Jalan Gunung Lengkuas II, Gang Melati II Kabupaten Bintan, Selasa, mengundang perhatian sejumlah warga, dan juga pemilik rumah.
Gentong mengaku baru membangun vila tersebut tiga bulan lalu, tetapi lahan itu sudah dikuasainya sejak tahun 2016.
"Saya punya surat atas hak, yang dikeluarkan pihak kecamatan," ujarnya sambil memperlihatkan surat tersebut kepada petugas Polhut.
Baca juga: Buka dokumen HGU untuk tuntaskan persoalan tata kelola hutan
Gentong juga memperlihatkan surat dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri, yang seolah-olah memberi hak kepada dirinya mengelola lahan tersebut. Padahal surat yang diteken Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Unit IV Bintan-Tanjungpinang, Ruah Alim Maha pada 6 November 2020, kawasan tersebut masuk dalam hutan lindung.
Surat keterangan kawasan hutan itu disampaikan kepada Gentong berdasarkan permohonan informasi yang diajukannya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri.
Lahan yang dikuasai Gentong di sekitar Gunung Lengkuas itu mencapai 1,4 hektare. Sebagian Gang Melati II, juga sudah dibangun jalan vaping blok mendekati lahan yang dikuasai Gentong. Jalan di kawasan hutan lindung itu dibangun tahun 2021 dengan menggunakan anggaran daerah sebesar Rp177 juta.
"Itu dibangun berdasarkan pokok pikiran anggota legislatif. Ada bukti pertemuan dengan warga saat menyerap aspirasi mereka," ujar Gentong, yang mengaku sebagai Sekretaris Pansus Rancangan Tata Ruang Wilayah Bintan.
Gentong yang juga anggota Komisi I DPRD Bintan mengatakan hutan di Gunung Lengkuas, terutama di sekitar kediamannya sudah dikuasai warga. Bahkan warga yang menguasai lahan berhektare-hektare tersebut memiliki sertifikat tanah.
Baca juga: Menteri: TORA solusi konflik lahan kawasan hutan
"Lahan yang dekat dengan vila saya ini sudah ada beberapa sertifikat," ucapnya.
Sementara itu, salah seorang petugas Polhut KPH Kepri Yuherdi mengatakan pemasangan plang hutan lindung bukan hanya di sekitar kediaman Gentong.
"Kami menyisir seluruh kawasan hutan lindung, pemetakan konflik hutan. Kami temukan ada surat tanah, dan ada juga yang sudah membayar pajak," katanya.
Berdasarkan penelusuran, sebagian hutan lindung dan hutan konservasi sudah dikuasai warga. Di dalam hutan, terdapat kegiatan pertanian, perkebunan, bekas tambang bauksit, tambang granit, dan pembalakan liar.
Warga sekitar pun merasa resah karena khawatir menyebabkan banjir dan tanah longsor.
Baca juga: Peningkatan "leverage" masyarakat, inovasi resolusi konflik lahan
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021