Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat ganti kerugian atau restitusi bagi korban kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dibayarkan pelaku masih jauh dari target hanya Rp1 miliar dalam periode waktu 2015-2020.belum ada payung hukum untuk menyita aset pelaku bila pelaku tidak mau atau tidak mampu membayar restitusi kepada korban
"Gambarannya, kalau total yang dibayarkan sepanjang 2015-2020 itu Rp1.083.326.000," kata Tenaga Ahli Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Syahrial Martanto dalam acara Media Talk Kemen PPPA bertajuk "Kondisi Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia dan Dampaknya pada Perempuan dan Anak" yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Nilai tersebut sangat jauh dari nilai restitusi yang diajukan LPSK yang mencapai Rp23 miliar.
Menurut dia, rendahnya capaian restitusi ini terkait dengan eksekusi penyitaan aset pelaku.
Syahrial menjelaskan belum ada payung hukum untuk menyita aset pelaku bila pelaku tidak mau atau tidak mampu membayar restitusi kepada korban.
"Seharusnya ada tahapan di mana disita aset pelaku untuk keperluan lelang kemudian dibayarkan untuk restitusi," katanya.
Pihaknya menambahkan dibutuhkan adanya sinergi, pemikiran dan tindakan yang selaras dari para pemangku kepentingan untuk mencegah kasus perdagangan orang dan memberantas sindikatnya.
"Namun repotnya kalau pihak pemangku kepentingan merasa tidak berkepentingan. Artinya ada gap, misal di tingkat pusat punya semangat tinggi untuk mendorong pemberantasan TPPO ini, namun di level daerah, mungkin enggak memiliki concern yang sama," paparnya.
Baca juga: IOM Indonesia: 2021 korban TPPO didominasi perempuan
Baca juga: Kasus eksploitasi anak dan perdagangan orang meningkat selama pandemi
Baca juga: LSM LAdA Damar dorong penyusunan SOP bagi PMI korban TPPO
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021