Dalam perjalanan yang semakin dekat menuju peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) pada 9 Desember 2021, pembahasan seputar pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air memenuhi ruang-ruang diskusi, baik secara luring terbatas maupun daring.
Dari beragam diskusi yang diselenggarakan itu, salah satu hal yang menarik untuk disorot adalah keberadaan suara-suara ajakan meneguhkan integritas untuk bangkit dan melawan korupsi dengan menyasar generasi Z di Indonesia.
Menurut Analis Kebijakan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Diyan Nur Rakhmah, sebagaimana pendapat sejumlah ahli, generasi Z merupakan generasi yang lahir di antara tahun 1997 hingga tahun 2012.
Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS), lanjut Diyan, persentase generasi Z di Indonesia mencapai 27,94 persen. Dibandingkan dengan data keseluruhan yang terkumpul, persentase itu menunjukkan bahwa sebagian besar komposisi penduduk Indonesia diisi oleh generasi Z. Dengan begitu, ia menilai generasi Z berperan penting dan berpengaruh bagi perkembangan Indonesia, baik pada saat ini maupun di masa depan.
Di samping itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampikan generasi Z merupakan generasi yang terkenal dengan keterampilan mereka dalam beradaptasi terhadap kecanggihan teknologi. Melalui keterampilan itu, lanjut dia, mereka bukan hanya menjadi konsumen, melainkan juga seorang creator atau penciptanya.
Penyuluh Antikorupsi Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Sahlan Ramadhan Solichin mengatakan sebagian besar generasi Z berpotensi besar untuk mencegah korupsi di Indonesia. Potensi itu muncul karena mereka memiliki 6 kompetensi dasar yang diperlukan dalam suatu gerakan antikorupsi.
Baca juga: Deputi KPK harap mahasiswa tanamkan integritas berantas korupsi
Enam kompetensi dasar generasi Z untuk mencegah korupsi
Pertama, papar Sahlan, sapaan akrab Muhammad Sahlan Ramadhan Solichin, generasi Z memiliki kompetensi public speaking, yaitu kemampuan beretorika atau berbahasa secara efektif sehingga dapat memikat masyarakat untuk menyadari pentingnya pencegahan terhadap korupsi.
Lalu, kompetensi kedua yang mereka miliki adalah time management atau kemampuan dalam mengatur waktu. Di tengah masa pandemi COVID-19 ini, tambah Sahlan, generasi Z dilatih untuk memiliki kompetensi time management yang baik dalam pembelajaran. Keterbatasan bertatap muka membuat waktu-waktu pembelajaran mereka secara daring pun terkadang menjadi tidak teratur. Melalui kompetensi tersebut, generasi Z dapat mengatur waktu secara baik saat bergabung ke dalam gerakan antikorupsi.
Ada pula kompetensi leadership, yakni kepemimpinan. Sahlan menilai generasi Z berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengoptimalkan peran mereka ketika bergabung di dalam gerakan antikorupsi di Indonesia.
Di samping itu, generasi Z juga memiliki kompetensi critical thinking. Artinya, mereka berani menyatakan pendapat di ruang publik untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama di ruang-ruang media sosial yang memberikan kesempatan berpendapat.
Ada juga sosial sense atau kepekaan sosial. Menurut Sahlan, sebagian besar generasi Z saat ini telah menjadi sukarelawan dalam suatu kegiatan sosial. Hal tersebut menandakan bahwa mereka memiliki kepekaan sosial. Dengan adanya kepekaan sosial, mereka terdorong pula untuk mencegah tindak pidana korupsi yang merugikan bangsa dan negara Indonesia.
Lalu yang terakhir, lanjut Sahlan, adalah kompetensi berkekuatan mental. Ia menilai generasi Z di Indonesia sudah mulai berintegritas karena kekuatan mental yang mereka miliki. Bahkan, menurut dia, sebelum adanya gerakan pemerintah dalam menghadirkan program reformasi mental, generasi Z secara sadar telah melakukan reformasi itu.
Meskipun begitu, Sahlan pun mengakui bahwa belum semua generasi Z di Indonesia memiliki keenam kompetensi tersebut. Oleh karena itu, ia mengimbau dimunculkannya kesadaran dalam diri masing-masing generasi Z untuk mulai mempelajari public speaking, time management, critical thinking, social sense, ataupun mental strength. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi untuk mencegah korupsi di Indonesia.
Di samping itu, Sahlan juga menilai langkah tersebut merupakan wujud untuk merespons perkiraan bonus demografi yang dihadapi Indonesia pada tahun 2024. Melalui pembelajaran dan penguasaan terhadap 6 kompetensi dasar itu, tidak hanya korupsi yang bisa diberantas di Indonesia, tetapi kehidupan yang lebih baik bagi bangsa dan negara pun dapat terwujud.
Selain adanya kompetensi dasar yang dimiliki, gerakan antikorupsi juga membutuhkan para anggota yang berkomitmen. Oleh karena itu, generasi Z Tanah Air yang telah memiliki kompetensi dasar diharapkan mampu memperkuat komitmen dalam memerangi korupsi secara konsisten.
Mereka juga diharapkan bersedia menguatkan pemahaman pengetahuan dasar seputar budaya antikorupsi dan integritas. Pemahaman terhadap budaya antikorupsi dan integritas akan menjadi bekal bagi generasi Z untuk menyuarakan semangat dan perlawanan terhadap korupsi.
Untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, Sahlan menyampaikan bahwa KPK telah menyediakan media pembelajaran secara daring di elearning.kpk.go.id. Generasi Z dapat mengakses laman tersebut, di mana pun dan kapan pun, untuk mempelajari berbagai materi terkait antikorupsi dan integritas.
Di sisi lain, lanjut Sahlan, generasi Z diharapkan mampu mengembangkan budaya berkolaborasi. Menurutnya, gerakan antikorupsi untuk mencegah, bahkan memberantas korupsi, memerlukan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Baca juga: PAKU Integritas KPK sasar lima area pencegahan korupsi di kementerian
Tujuh langkah sederhana mencegah korupsi ala generasi Z
Menutup penjelasannya, Muhammad Sahlan Ramadhan Solichin juga memaparkan tujuh langkah sederhana yang dapat dilakukan generasi Z Indonesia untuk melawan korupsi.
Pertama, generasi Z dapat memahami mana yang menjadi milik mereka dan mana yang bukan. Langkah sederhana itu akan menjauhkan mereka dari benih-benih tindakan korupsi. Kedua, generasi Z perlu untuk selalu berpikir kritis dengan memeriksa apa pun yang menjadi milik bersama agar tidak berpindah menjadi milik pribadi.
Ketiga, mereka juga perlu menghindari tindakan meminta imbalan saat meminjamkan uang kepada orang lain sebagai wujud pencegahan terhadap gratifikasi yang merupakan salah satu akar utama korupsi.
Keempat, generasi Z sepatutnya selalu transparan dalam mengelola dana milik bersama, seperti halnya dalam kegiatan-kegiatan di kampus. Lalu yang kelima, mereka wajib berani mengatakan tidak terhadap segala hal yang mengarah pada tindak korupsi.
Keenam, generasi Z diharapkan tidak pernah merasa takut untuk mengadukan atau melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang mereka temukan. Kemudian yang terakhir, generasi Z dapat mulai menjadi vokal, yaitu berani bersuara melawan korupsi ataupun mengajak masyarakat di Indonesia untuk ikut bergabung mencegah serta memberantas korupsi.
Akhir kata, pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab dari KPK, pemerintah, ataupun aparat penegak hukum, masyarakat, bahkan generasi Z juga berpotensi untuk melakukan hal serupa.
Baca juga: KPK ungkap peran instansi lain terlibat dalam pencegahan korupsi
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021