• Beranda
  • Berita
  • Tarian Bedhaya Sapta pertama kali tampil di luar Keraton Yogyakarta

Tarian Bedhaya Sapta pertama kali tampil di luar Keraton Yogyakarta

8 Desember 2021 15:14 WIB
Tarian Bedhaya Sapta pertama kali tampil di luar Keraton Yogyakarta
Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X saat menyaksikan Gempita Budaya (Gelar Muhibah Pikat Amerta Budaya) di Depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (7/12/2021) malam. ANTARA/HO-Humas Pemprov Jabar.
Gelaran Gempita Budaya (Gelar Muhibah Pikat Amerta Budaya) Jawa Barat-Yogyakarta menampilkan momen bersejarah, yakni Tarian Bedhaya Sapta dan Beksan Menak Kakung Umarmaya-Umarmadi untuk kali pertama dipentaskan di luar keraton.

Acara yang digelar di pelataran Jalan Diponegoro (Depan Gedung Sate) tersebut tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Seluruh pengisi acara hingga tamu VIP telah menjalani swab test antigen dan tetap menerapkan protokol kesehatan.

“Tari Bedhaya Sapta itu ternyata adalah tarian yang diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang inspirasinya dari babad Pasundan. Konon katanya ditemukan justru di Gedung Sate pada tahun 1970-an dan kitabnya itu dijadikan inspirasi,” kata Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam siaran persnya, Rabu.

Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil menjelaskan, pada zaman dulu, Sultan Agung memerintahkan prajuritnya untuk membuat batas wilayah antara Jawa dan Sunda. Pada perjalanannya, jatuh hati kepada orang Sunda dan menikah.

Baca juga: 13 kesenian Jabar jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Baca juga: Gedung Kesenian Jabar tidak termasuk dalam pusat kebudayaan


“Sultan Agung mengirim utusan ke Tanah Sunda untuk membuat batas wilayah. Dalam perjalanannya jatuh cinta dan menikah dengan orang Sunda,” katanya.

Kang Emil juga mengatakan, tarian Beksan Menak Kakung Umarmaya-Umarmadi terinspirasi dari Wayang Golek.

"Makanya gerakan dua yang bertempur itu dibikin seperti sedang dikendalikan oleh dalang,” ucapnya.

“Jadi kesimpulannya yang dibawa oleh Yogyakarta adalah tarian sakral yang ada dan ditampilkan di keraton, yang saya juga baru tahu malam ini bahwa begitu dalam hubungan sejarah Jawa Sunda,” katanya.

Pesan yang dapat dijadikan pelajaran dari kerja sama Jabar-Yogyakarta, menurut Kang Emil, adalah memotivasi semua pihak untuk terus bersatu dan mengurangi pertengkaran karena perbedaan.

“Pesannya adalah inilah yang harus diperbanyak antardaerah, di suasana kebangsaan kita yang bising oleh pertengkaran yang sifatnya tidak fundamental. Sehingga media juga perlu memotivasi persahabatan-persahabatan yang fundamental seperti ini,” tuturnya.

Baca juga: Ridwan Kamil: Gedung De Majestic jadi pusat seni-budaya Jabar

Baca juga: Gubernur Jabar apresiasi opera Ciung Wanara libatkan generasi muda

 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021