Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan persoalan kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es.kekerasan terhadap perempuan pun semakin pelik akibat pandemi COVID-19
"Kekerasan terhadap perempuan ini dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es di mana permasalahan yang sesungguhnya jauh lebih dalam dan lebih pelik dibandingkan dengan yang terlihat dari permukaan," kata Menteri Bintang dalam webinar bertajuk "Kekerasan Terhadap Perempuan di Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia Timur" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Bintang mengatakan bahwa kekerasan dapat terjadi oleh siapa saja dan di mana saja, bahkan pelaku kekerasan seringkali justru merupakan orang yang sangat dikenal oleh korban, baik itu orang tua, saudara, guru, teman maupun tetangga.
Baca juga: Komnas Perempuan: Penanganan kasus kekerasan perempuan masih lemah
Baca juga: SIMFONI PPA tambah fitur baru
Menurut Bintang, peristiwa kekerasan pun dapat terjadi di dalam rumah, sekolah, pesantren, tempat kerja, fasilitas umum maupun di tempat-tempat yang dianggap aman.
Selain itu, adanya budaya patriarki yang mengakar di masyarakat telah menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Akibatnya mereka menjadi sangat rentan mengalami kekerasan, diskriminasi dan berbagai perlakuan salah lainnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi PPA) menurut tahun penginputan, terdapat 8.803 kasus kekerasan terhadap perempuan yang sekitar 74,6 persennya merupakan kekerasan dalam rumah tangga.
Selama masa pandemi COVID-19, tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat.
"Permasalahan kekerasan terhadap perempuan pun semakin pelik akibat pandemi COVID-19 yang telah dan masih kita hadapi," kata Menteri Bintang.
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pemahaman perspektif korban kekerasan seksual
Menurut Bintang, peristiwa kekerasan pun dapat terjadi di dalam rumah, sekolah, pesantren, tempat kerja, fasilitas umum maupun di tempat-tempat yang dianggap aman.
Selain itu, adanya budaya patriarki yang mengakar di masyarakat telah menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Akibatnya mereka menjadi sangat rentan mengalami kekerasan, diskriminasi dan berbagai perlakuan salah lainnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi PPA) menurut tahun penginputan, terdapat 8.803 kasus kekerasan terhadap perempuan yang sekitar 74,6 persennya merupakan kekerasan dalam rumah tangga.
Selama masa pandemi COVID-19, tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat.
"Permasalahan kekerasan terhadap perempuan pun semakin pelik akibat pandemi COVID-19 yang telah dan masih kita hadapi," kata Menteri Bintang.
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pemahaman perspektif korban kekerasan seksual
Baca juga: Chelsea Islan kampanyekan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan
Pihaknya mencatat penggunaan internet yang semakin masif selama masa pandemi telah meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender online.
Menteri Bintang meminta semua pihak untuk mendukung pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
"Saya memohon dukungan semua pihak untuk mendukung, mengawal dan merapatkan barisan perjuangan agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan," pesannya.
Baca juga: Perlu keadilan restoratif tangani kekerasan perempuan dan anak
Pihaknya mencatat penggunaan internet yang semakin masif selama masa pandemi telah meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender online.
Menteri Bintang meminta semua pihak untuk mendukung pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
"Saya memohon dukungan semua pihak untuk mendukung, mengawal dan merapatkan barisan perjuangan agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan," pesannya.
Baca juga: Perlu keadilan restoratif tangani kekerasan perempuan dan anak
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021