• Beranda
  • Berita
  • Deputi V KSP: Pengesahan RUU TPKS sangat esensial

Deputi V KSP: Pengesahan RUU TPKS sangat esensial

23 Desember 2021 09:54 WIB
Deputi V KSP: Pengesahan RUU TPKS sangat esensial
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani menekankan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sangat esensial, untuk memberikan perlindungan sekaligus memenuhi agenda pembangunan. ANTARA/HO-KSP/am.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menekankan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sangat esensial, untuk memberikan perlindungan sekaligus memenuhi agenda pembangunan.

"Pengesahan RUU TPKS menjadi demikian esensial, tidak hanya untuk memberikan perlindungan yang memadai dari ancaman kekerasan seksual tetapi juga dalam rangka memenuhi agenda pembangunan yang berkelanjutan," ujar Jaleswari dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Baca juga: KSP: Komitmen pemerintah lindungi hak perempuan sangat jelas

Dia menyampaikan, Ibu Negara Iriana Joko Widodo dalam kunjungannya ke Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Bandung Barat dengan para penyintas tindak asusila, Rabu (21/12), menyatakan agar pelaku tindak asusila atau kekerasan seksual ditindak tegas dan dihukum berat.

Menurutnya, pernyataan Ibu Negara sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menjamin setiap warga negara mendapatkan perlindungan dari ancaman kekerasan seksual.

Dia mengatakan kekerasan seksual di Indonesia saat ini masih menunjukkan angka yang cukup tinggi.

Menurut Komnas Perempuan, 25 persen perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual. Di mana setiap hari, sekurang-kurangnya terdapat 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, dalam 10 tahun terakhir terdapat lebih dari 49.000 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia.

Selain itu, berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), kekerasan pada anak juga mengalami peningkatan.

Yakni sebanyak 11.057 kasus (2019), 11.279 kasus (2020), dan 12.566 kasus (November 2021), dengan mayoritas kasus berupa kekerasan seksual (45 persen), disusul dengan kekerasan psikis (19 persen) dan kekerasan fisik (18 persen).

“Data tersebut bukan sekedar angka dan barisan nama. Melainkan fakta bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih menjadi catatan kelam dalam kehidupan masyarakat kita. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa diperlukan mekanisme dan instrumen hukum yang memadai” ujar Jaleswari.

Dia menyampaikan pada tahun 2021, Pemerintah berkomitmen mendukung pengesahan RUU TPKS melalui pembentukan Gugus Tugas TPKS yang selama ini berkoordinasi dengan Baleg DPR, dimana RUU ini sudah mengalami proses perancangan dan pembahasan sejak tahun 2016.

Jaleswari menegaskan pengesahan RUU ini sangat dinantikan oleh semua pihak sebagai instrumen hukum yang lebih kuat dan komprehensif dalam aspek pencegahan dan pengaturan sanksi hukum bagi pelaku kekerasan seksual.

Di samping itu, kata dia, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, juga merupakan bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) PBB yang sudah diadopsi oleh Indonesia bersama 192 negara lainnya untuk dicapai pada tahun 2030.

Baca juga: KSP: PP Perlindungan Khusus Bagi Anak didasari dua kebutuhan

Baca juga: Kemen PPPA harapkan RUU TPKS ditetapkan sebagai inisiatif DPR

Baca juga: Peringatan Hari Ibu Komnas Perempuan serukan RUU TPKS segera disahkan


 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021