"Bahan bakunya hanya bisa didapat dari Aceh," kata CEO Chawun Group, Lin Ming, kepada ANTARA di Fuzhou, China, Jumat (14/1).
"Sebenarnya yang kami perlukan kulitnya saja. Itulah kenapa hasil produksinya sangat sedikit. Belum lagi buah jernang di Aceh tergolong langka," ujarnya.
Chawu, perusahaan yang berkantor pusat di Fuzhou, Ibu Kota Provinsi Fujian, merupakan satu-satunya perusahaan di China yang memproduksi obat-obatan tradisional berbahan baku tanaman rotan jernang itu.
Perusahaan tersebut juga mendirikan perwakilan di Indonesia dengan nama PT Chasun Indonesia Holding Group, yang bergerak di bidang perdagangan dan perikanan.
"Kalau soal jernang, kami mempelajarinya dari nenek moyang," ujar Lin.
Dari situlah dia mengetahui bahwa buah jernang adanya di Aceh.
Dalam satu tahun, dia bisa mengimpor puluhan kontainer jernang dari Aceh.
Namun dalam pemrosesannya, dari 1.000 kilogram hanya bisa menghasilkan 2,5 kilogram obat-obatan berbentuk cairan.
Baca juga: Pemuda Suku Anak Dalam budidaya dan lestarikan jernang
Di China, Chawun memasarkan obat-obatan berbentuk cairan jernang itu dengan harga 200 yuan atau sekitar Rp450 ribu untuk kemasan 30 mililiter.
"Selain di China, kami juga memasarkannya di Malaysia dan Singapura," ujarnya.
Ia berusaha meningkatkan kapasitas produksi obat luar untuk bisa digunakan mengatasi nyeri persendian dan luka pada kulit.
Namun, kelangkaan bahan baku dari Aceh itu menjadi salah satu faktor yang menghambat Chawung dalam memproduksi minyak jernang lebih banyak.
Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun berjanji akan membantu Chawun dalam mengatasi kesulitan bahan baku dari Aceh tersebut.
"Mungkin petani di daerah perlu didorong untuk meningkatkan budidaya jernang itu," ujarnya.
Baca juga: Produk unggulan Indonesia turut ramaikan CIIE Shanghai
Baca juga: 10 kontainer kerupuk udang, bukti flagship Indonesia masih kondang
100 desa di Indonesia bekerja sama di bidang ekonomi dengan China
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022