• Beranda
  • Berita
  • T20 diharapkan hasilkan rekomendasi kebijakan inklusif bagi G20

T20 diharapkan hasilkan rekomendasi kebijakan inklusif bagi G20

9 Februari 2022 22:14 WIB
T20 diharapkan hasilkan rekomendasi kebijakan inklusif bagi G20
Tangkapan layar Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro menyampaikan sambutan pembukaan dalam "T20 Inception Conference" yang berlangsung secara virtual pada Rabu (9/2/2022). (ANTARA/Yashinta Difa)

Think 20 (T20), yang merupakan forum kerja sama lembaga think tank dan penelitian dari seluruh negara anggota G20, diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan yang inklusif dan objektif bagi berbagai tantangan global.

Aspek inklusivitas, menurut Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro, menjadi lebih penting daripada sebelumnya karena pandemi COVID-19 menciptakan ketimpangan yang semakin melebar di seluruh negara dan memperburuk ketidakseimbangan sosial-ekonomi global.

“Meskipun menantang, T20 memiliki wewenang untuk memastikan agenda penelitian dan perumusan (rekomendasi kebijakan) mewakili negara maju dan berkembang secara setara,” kata Bambang dalam pembukaan T20 Inception Conference yang berlangsung secara virtual pada Rabu.

Bambang menjelaskan bahwa pemulihan ekonomi global berada di jalur yang tepat, meskipun pada tingkat yang lebih moderat daripada yang diantisipasi sebelumnya karena kebangkitan COVID-19 di berbagai bagian dunia.

Seperti negara-negara lain di dunia, ekonomi G20 telah memprioritaskan kebijakan mereka pada pengelolaan pandemi COVID-19 terutama pada tahun 2020 dan awal tahun 2021.

Dengan relaksasi tertentu pada pembatasan mobilitas menyusul perlombaan vaksinasi dan meluasnya ketersediaan pengujian, kapasitas penelusuran, serta fasilitas medis termasuk obat-obatan—perspektif kebijakan nasional secara bertahap bergeser melalui agenda ekonomi.

Tidak dapat dipungkiri, kata Bambang, pandemi COVID-19 telah meninggalkan dampak sementara dan struktural bagi perekonomian global. Transisi dari periode pandemi ke tahap pemulihan kemungkinan akan membutuhkan koordinasi global dari strategi kebijakan pascakrisis (exit policy) ke sikap makroekonomi ekspansif di seluruh dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya,

“Di masa lalu, agenda exit policy merupakan ranah negara-negara maju, terutama setelah krisis keuangan global 2007/2008. Penguraian kebijakan stimulus selama krisis pandemi global COVID-19 akan memerlukan koordinasi kebijakan internasional dan domestik yang lebih luas di dalam negeri serta di antara negara maju dan negara berkembang,” tutur dia.

Lebih lanjut, Bambang membahas besarnya peran ekonomi digital untuk kembali mendorong aktivitas ekonomi selama pandemi dan telah mengubah pasar dan regulasi di seluruh sektor ekonomi, termasuk di sektor keuangan.

Berdasarkan studi dari 138 perusahaan teknologi keuangan (fintech) di 169 yurisdiksi, Bank Dunia mencatat bahwa kinerja perusahaan-perusahaan tersebut kemungkinan besar tetap bertahan di tengah pandemi COVID-19, dengan pertumbuhan jumlah dan volume transaksi masing-masing sebesar 13 persen dan 11 persen year on year selama paruh pertama tahun 2020.

Krisis kesehatan disebutnya juga telah memperdalam kesadaran dan memperkuat komitmen terhadap perubahan iklim, ekonomi hijau, dan pembangunan berkelanjutan.

Dorongan global di area itu tidak hanya mencakup transformasi industri tetapi juga berpotensi reformasi lembaga keuangan dan pembentukan krisis aset keuangan hijau di pasar keuangan global.

“Apalagi, mengingat perkembangan terkini yang menjunjung tinggi aspek inklusivitas pembahasan di tingkat G20, mungkin bukan tugas yang mudah.

Isu-isu global seperti arsitektur kesehatan global, perubahan iklim, dan transformasi digital terjadi dalam skala yang membutuhkan tindakan kolektif dan memastikan komitmen dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan,” tutur dia.

Untuk itu, Bambang menyeru kerja sama yang lebih erat di antara negara maju dan negara berkembang dalam menangani tantangan bersama.

“Oleh karena itu, peningkatan partisipasi aktif dari negara-negara berkembang dalam diskusi sangat penting untuk memastikan kerja inisiatif kebijakan global yang sedang dibentuk dianggap adil, dan diterima sepenuhnya oleh semua pemerintah dari semua negara,” ujar dia.

T20, yang terdiri dari think tank dan komunitas peneliti, memiliki peran penting bagi pemulihan global dengan melahirkan gagasan konkret dan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran bagi para pemimpin G20.

T20 Inception Conference merupakan pertemuan pertama dari rangkaian kegiatan T20 di bawah Presidensi G20 Indonesia.

Pertemuan awal ini dihadiri oleh antara lain Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Managing Director Bank Dunia Mari Elka Pangestu, serta Profesor Jeffrey Sachs dari Columbia University. Nantinya puncak pertemuan adalah T20 Summit yang dilaksanakan pada September mendatang di Yogyakarta.

Baca juga: Menlu RI harap T20 beri saran kebijakan sesuai prioritas G20 Indonesia
Baca juga: Indonesia berperan aktif dalam pertemuan T20
Baca juga: Bambang Brodjonegoro: Skema blended financing selesaikan pembangunan

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022