• Beranda
  • Berita
  • Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dari kacamata aturan

Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dari kacamata aturan

14 Februari 2022 21:07 WIB
Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dari kacamata aturan
Ilustrasi Pemilu dan Pilkada 2024. ANTARA/ilustrator/Kliwon
Pemilihan kepala daerah serentak atau pilkada baru akan digelar pada 2024, tepatnya penyelenggaraannya berjalan setelah pemilihan umum presiden dan pemilihan legislatif rampung diselenggarakan.
 
Hari pemungutan suara untuk Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 direncanakan pada 27 November setelah pemilu serentak usai digelar di 14 Februari 2024.
 
Namun, ada hal yang berbeda kali ini dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada-pilkada pada periode sebelumnya.

Kali ini, mayoritas masa jabatan kepala daerah yang pada periode ini sedang menjabat sebenarnya sudah berakhir lebih dulu jauh sebelum jadwal Pilkada Serentak 2024 digelar.
 
Terhitung, terdapat sebanyak 272 kepala daerah mulai dari gubernur, wali kota hingga bupati yang tersebar di 25 provinsi di tanah air ini berakhir masa jabatannya mulai 22 Mei 2022 ini.
 
Dari berakhirnya periode jabatan kepala daerah dengan jadwal pemilihan kali ini, ada gap waktu yang cukup panjang, setidaknya ada kekosongan jabatan sekitar 1-2 tahun lebih, tergantung masa berakhirnya periode jabatan kepala daerah apakah di 2022 atau 2023 mendatang.
 
Mengingat gap waktu yang cukup lama itu pula, akhirnya muncul saran atau usulan untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang saat ini menjabat dibanding harus mengangkat aparatur sipil negara (ASN) untuk bertugas menjadi pejabat sementara sebelum kepala daerah periode 2024-2029 dilantik.
 
Contohnya seperti usulan yang disampaikan mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan yang menyebutkan sebaiknya persoalan kekosongan jabatan kepala daerah tak perlu dijawab dengan pengisian penjabat sementara dari ASN.
 
Saran yang mengemuka yakni agar kepala daerah yang habis masa jabatannya itu diperpanjang saja. Hal itu dinilai lebih baik, daripada menunjuk atau mengangkat ASN menjadi penjabat sebab berpotensi punya beberapa keterbatasan dan kendala ketika menjabat terlalu lama.
 
Sebagai wacana, opsi tersebut tentu bisa saja direalisasikan, namun melihat dari kacamata aturan perundang-undangan yang berlaku apakah benar perpanjangan masa jabatan kepala daerah dapat diterapkan.

Baca juga: Kemendagri dorong langkah antisipasi dini potensi konflik Pemilu 2024
 
Aturan
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menjelaskan secara rinci dari aturan jabatan kepala daerah dan pengangkatan pejabat sementara yang mengisi jabatan kepala daerah.
 
Menurut dia, perpanjangan masa jabatan kepala daerah seperti usulan yang muncul malah berpotensi melanggar aturan jika benar-benar direalisasikan.
 
Pertimbangannya, secara regulasi masa jabatan tersebut hanya dibatasi selama 5 tahun dan apabila diperpanjang justru akan bermasalah dari sisi perundang-undangan dan berpotensi melanggar aturan.
 
Hal itu karena tidak terdapat ruang regulasi untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang segera berakhir.
 
Berdasarkan ketentuan pasal 60 UU 23 Tahun 2014 serta pasal 162 ayat 1 dan 2 UU 10 Tahun 2016 tidak terdapat ruang regulasi untuk perpanjangan masa jabatan kepala daerah karena secara eksplisit normanya membatasi hanya 5 tahun.
 
Adapun, UU Nomor 10 Tahun 2016 yang memuat pengaturan tentang pilkada, termasuk ketentuan soal Pilkada Serentak 2024 merupakan tindak lanjut dari amanat pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
 
Seluruh kebijakan, keputusan maupun tindakan dalam kehidupan bernegara termasuk penyelenggaraan pemerintahan, sudah semestinya wajib hukumnya menaati aturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Hal itu harus menjadi dasar semua pihak, baik dalam bertindak maupun menyusun kebijakan, sebagaimana amanat konstitusi yang dimuat dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yakni Negara Indonesia adalah negara hukum.
 
Masa jabatan kepala daerah telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 serta Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014.
 
Dua aturan tersebut menjelaskan masa jabatan kepala daerah yakni hanya 5 tahun terhitung sejak pelantikan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
 
Selain itu, mengenai penunjukan penjabat kepala daerah tentunya juga memiliki dasar hukum. Regulasi yang mengatur yakni UU 1 Tahun 2015, UU 8 Tahun 2015, UU 10 Tahun 2016, dan UU 6 Tahun 2020.
 
Undang-undang tersebut memuat soal pengaturan tentang penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sampai dengan dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
 
Dalam menunjuk penjabat kepala daerah, pemerintah pastinya juga mengedepankan kapasitas, kompetensi, dan integritas secara cermat, hati-hati serta selektif, sehingga dapat menjamin kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah.
 
Para ASN yang ditugaskan tentunya memiliki kapasitas yang bisa diandalkan untuk menjalankan tugas sebagai penjabat kepala daerah. Mereka dinilai memiliki pengalaman dan kemampuan teknis.
 
Selama ini pun berdasarkan pengalaman yang ada para penjabat kepala daerah memperlihatkan mampu berkomunikasi dengan baik bersama pihak DPRD setempat.

Baca juga: Pengamat: Pertegas wewenang penjabat kepala daerah jelang Pilkada 2024
 
Diawasi
Dalam bertugas, para ASN tidak akan dibiarkan mengemban amanah tanpa pengawasan, bimbingan dan pembinaan.
 
Pemerintah pun tak akan lepas tangan begitu saja ketika penjabat kepala daerah sudah ditunjuk dan bekerja. Pemerintah akan secara ketat melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai UU 23 Tahun 2014 dan PP 6 Tahun 2005.
 
Hal itu demi menjamin kinerja penjabat kepala daerah yang bertugas mesti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Walaupun demikian setiap pandangan, setiap gagasan, dan masukan terkait dengan kepala daerah patut dihormati. Hal itu karena di dalam demokrasi siapa pun berhak menyuarakan pendapatnya dan memang harus dihormati.
 
Namun, ketika menyangkut tata penyelenggaraan bernegara yang sudah ada aturannya, tentu lah tak bisa sebuah usulan diwujudkan dengan melanggar rambu yang sudah digariskan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: Peneliti BRIN harap Pj kepala daerah tidak lemahkan pemerintahan lokal

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022