Edi Priyanto kini bisa benapas lega, karena perkampungan yang dia tempati sering menjadi "jujugan" (tujuan) masyarakat untuk belajar pengelolaan sampah, bahkan pemerintah setempat menjadikan sebagai contoh kampung edukasi sampah.Jangankan untuk memilah sampah, kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya juga masih cukup memprihatinkan
Lokasi perkampungan itu berada di RT 23, RW 07 Kelurahan Sekardangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Gapura merah berhias kekinian, menjadi pembuka bagi setiap orang yang akan masuk ke kampung itu, di sekitar jalanan kampung dihiasi corak warna-warni dengan berbagai model, seolah-olah masuk ke taman bermain anak.
Kelegaan Edi wajar, karena kampung yang dia rintis bersama masyarakat setempat telah banyak diapresiasi masyarakat, sehingga menjadi tempat belajar bagi kampung lain, dan telah menghasilkan deretan penghargaan.
Di antaranya menjadi kampung terinovasi di Kabupaten Sidoarjo, Jatim dalam program Sidoarjo Bersih dan Hijau (SBH) Zero Waste Academy 2017-2018 dan pada Januari 2022, Edi dianugerahi penghargaan sebagai pemerhati Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh Gubernur Jatim dari Kampung Edukasi Sampah.
Edi yang juga pegiat lingkungan dari Sidoarjo itu mengawali reformasi sampah di kampungnya dengan tidak mudah, karena harus menggerakkan semua komponen masyarakat melalui kesadaran akan pentingnya kebersihan.
Diawali sekitar tahun 2017, ia pertama mengajak generasi muda setempat agar sampah yang diambil dari kampung tersebut bisa ditekan atau mendekati nol.
Ajakan ini tidak hanya sekadar mengajak, namun juga dilakukannya dengan menyiapkan rumah daur ulang yang digunakan sebagai ruang kreativitas dan keterampilan pembuatan kerajinan yang berasal dari barang bekas dan daur ulang.
"Kami menyiapkan rumah kompos untuk menempatkan hasil kompos, baik kompos padat organik hasil pengolahan pada komposter tong takakura dan aerob serta kompos cair organik yang berasal dari pengolahan sampah basah juga disajikan produk-produk minuman herbal hasil olahan tanaman obat keluarga," kata pria berkacamata ini.
Selain itu, untuk membantu memantau situasi dan kondisi lingkungan RT.23 Sekardangan, pihaknya juga telah memasang tujuh unit kamera CCTV yang dapat diakses oleh seluruh warga dengan menggunakan HP Android masing-masing dimanapun dan kapan pun berada, sekaligus memantau kebersihan lingkungan setempat.
Tidak hanya itu, sedikitnya 30 lubang biopori dan 2 sumur resapan juga dibuat untuk membantu mempercepat resapan air khususnya saat musim hujan dengan intensitas air hujan yang cukup deras.
Dalam kampung itu, juga disediakan rumah baca yang berisi buku bacaan anak-anak untuk memperluas wawasan disamping tersedia juga permainan wayang anak dan lintasan tamiya yang terbuat dari kardus bekas. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab orang tua mengurangi ketergantungan penggunaan gawai pada anak-anak.
"Arena permainan tradisional tak ketinggalan disediakan mulai dari berbagai jenis 'engklek', 'gobak sodor', 'boi-boian', permainan ular tangga, mini sepak bola, mini bulu tangkis," katanya.
Beberapa ruang kosong di tembok kampung, juga diisi gambar pemandangan alam dan tematik lingkungan yang dapat digunakan sebagai lokasi swafoto maupun wefie sehingga mengesankan sedang berada di alam terbuka.
Kampung itu, juga memanfaatkan panel tenaga surya untuk menggerakkan pompa hidroponik, lampu ultra violet (UV) guna percepatan pertumbuhan tanaman serta lampu penerangan jalan.
Pemasangan panel tenaga surya dilakukan di atas ruang kreatif, dengan mekanisme kerja disimpan dalam batere yang mampu menghasilkan 1.000 watt.
"Daya listrik dari tenaga surya tersebut mampu dimanfaatkan untuk menggerakkan pompa hidroponik, lampu ultra violet (UV) untuk percepatan pertumbuhan tanaman serta lampu penerangan jalan," katanya.
Bahkan, selama selama pandemi COVID-19 kampung itu memanfaatkan hasil tanaman hidroponik untuk mencukupi kebutuhan pangan. Dan dengan menggunakan panel energi surya menghemat hingga Rp100 ribu untuk kebutuhan listrik.
Kerja nyata inilah yang membuat generasi muda di wilayah itu merasa sungkan apabila tidak menyambutnya, sehingga gayung bersambut seluruh warga di wilayah itu pun tergerak untuk bersama-sama menjadikan Sekardangan sebagai "Kampung Edukasi Sampah".
Hari Peduli Sampah
Edi mengatakan, sebenarnya telah berpuluh-puluh tahun dibangun sebuah kesadaran publik dalam upaya pengurangan jumlah sampah. Namun, nampaknya upaya tersebut tidaklah mudah direalisasikan seperti membalikkan telapak tangan.
"Jangankan untuk memilah sampah, kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya juga masih cukup memprihatinkan," kata Edi yang juga bekerja di salah satu perusahaan BUMN itu.
Bahkan, persoalan sampah masih menjadi masalah di berbagai tempat, dan selama periode bekerja dan belajar dari rumah terkait pandemi COVID-19, jumlah sampah ditengarai terjadi lonjakan.
Perilaku tersebut dipicu adanya perilaku belanja daring yang menyisakan sampah dari kemasan sekali pakai yang digunakan. Belum lagi sampah medis berupa masker dan sarung tangan yang jamak digunakan selama pandemi.
Oleh karena itu, dalam rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional 2022, Edi mengajak masyarakat agar tidak egois, dan memandang sebelah mata akan persoalan sampah.
"Banyak yang menganggap buangan sampah yang mereka hasilkan adalah urusan tukang sampah yang telah dibayar," katanya.
Bahkan sering melihat pemandangan yang memprihatinkan adanya buangan sampah sembarangan di pinggir jalan, pada aliran sungai, lokasi tanah kosong, bahkan tak jarang masih terlihat sampah yang dilemparkan begitu saja ke jalanan dari sebuah mobil.
"Pengelolaan sampah membutuhkan kesadaran warga. Inisiatif pengelolaan sampah di lingkungan masyarakat tak hanya bermanfaat menekan jumlah sampah yang dihasilkan, sampah sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos bagi tanaman dan demikian juga mampu memiliki nilai ekonomis. Hanya saja, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan pengetahuan dan kemauan untuk dapat mewujudkan hal tersebut," katanya.
Ia mengatakan masih terbatasnya partisipasi dari masyarakat Indonesia dalam melakukan pemilahan sampah, menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pemilahan sampah masih belum dipahami dengan baik.
Padahal sampah yang telah dipilah dengan baik dapat memberikan banyak manfaat demikian juga mampu menciptakan ekonomi dari pengolahan sampah itu sendiri.
"Pengelolaan sampah yang tidak benar akan menjadi musibah di masa mendatang, karena akan menyebabkan banyak masalah, di antaranya timbulnya berbagai penularan penyakit, bau yang tidak sedap, dan bahkan bisa menyebabkan terjadinya banjir," katanya.
Cara efektif menyelesaikan masalah sampah, kata dia, sebenarnya dimulai dari kebiasaan memilahnya dari rumah. Sampah mestinya dipilah sejak dari rumah agar mudah untuk dilakukan pengolahan berikutnya, sampah organik bisa diolah sehingga bermanfaat menjadi kompos dan sampah anorganik menjadi bernilai ekonomis melalui manajemen bank sampah.
Ia menuturkan ketika sampah dikelola dengan baik, sampah tak lagi menjadi musibah bagi manusia namun justru akan memberikan banyak manfaat, mengingat sesungguhnya manusia merupakan sumber penghasil sampah.
"Sampah yang kami hasilkan sebenarnya bukan untuk kita wariskan kepada anak cucu namun sampah harus dikelola agar menjadi berkah. Bentuk kepedulian bisa kita lakukan dengan aksi kecil dan nyata dengan ikut serta melakukan pemilahan dan pengolahan sampah mulai sekarang, memberi contoh mulai dari diri kita sendiri dan keluarga dan selanjutnya mengajak lingkungan kita masing-masing," katanya.
Baca juga: Sidoarjo ingin tiap desa punya tempat pengelolaan sampah terpadu
Baca juga: Pemkab Sidoarjo operasikan sanitary landfill awal tahun
Baca juga: Ikut bersihkan sampah, warga Sidoarjo-Jatim diberi masker gratis
Baca juga: Perajin tahu deklarasi tak gunakan sampah plastik untuk produksi
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022