• Beranda
  • Berita
  • Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah

Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah

24 Februari 2022 13:30 WIB
Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022). . ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.

Pengenaan tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Ketentuan ini akan mengubah posisi PLTU dari pembangkit listrik paling murah menjadi pembangkit yang mahal

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pengenaan pajak karbon yang sebentar lagi akan diterapkan pemerintah dapat membuat listrik PLTU batu bara tidak lagi murah.

"Pengenaan tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Ketentuan ini akan mengubah posisi PLTU dari pembangkit listrik paling murah menjadi pembangkit yang mahal," ujarnya dalam Energy Outlook 2022 CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis.

Pajak karbon lahir melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Kebijakan ini menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk membiayai pengendalian perubahan iklim sebagai agenda prioritas pembangunan.

Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan batas emisi pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara pada 1 April 2022.

Luhut menyampaikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 milik PLN menargetkan persentase bauran energi baru terbarukan sebesar 52 persen pada 2030.

Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, persentase energi hijau akan didominasi oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 25,6 persen dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 11,5 persen, serta tidak tertutup kemungkinan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan ikut mengambil posisi dalam bauran energi baru terbarukan di Indonesia.

Pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam mengembangkan energi baru terbarukan dan memperkirakan kepemilikan swasta akan mencapai 64 persen dari pembangkit yang beroperasi pada 2030.

"Mulai 2031 tidak lagi pemakaian pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan dimulainya penghentian pengoperasian PLTU secara bertahap dengan harapan pada 2060 sudah tidak lagi PLTU batu bara yang beroperasi," kata Luhut.

Baca juga: BKF: Perluasan sektor yang dipungut pajak karbon dilakukan pada 2025
Baca juga: Bank Dunia: Pajak karbon sumber pendapatan potensial yang besar
Baca juga: Luhut: Butuh 8,58 miliar dolar investasi untuk pensiun dini PLTU

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022