Anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/M) Abdul Malik mengatakan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah tidak lagi ideal dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia pendidikan.RUU Sisdiknas yang baru ini sangat penting untuk didukung
"Adanya pembentukan RUU Sisdiknas yang baru ini sangat penting untuk didukung," ujar Abdul Malik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan sudah waktunya undang-undang itu direvisi dikarenakan harus disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Dunia pendidikan modern mulai mengalami transformasi yang pesat pada tahun 2000-an. Malik mencontohkan bagaimana Google melakukan rekrutmen karyawan tanpa mempertimbangkan gelar pendidikan. Fokus utama perusahaan top dunia itu lebih menekankan kepada kemampuan para pelamar.
“Itu menjadi sinyal bahwa memang kita perlu berubah. Pandemi COVID-19 ini sekaligus menggarisbawahi, mendorong, serta memberikan penekanan yang lebih kuat lagi urgensi revisi UU Sisdiknas,” kata dia.
Dengan perubahan yang sedang dijalankan Kemendikbudristek tersebut, Malik berharap sistem pendidikan nasional semakin memperbaiki kualitas pendidikan nasional. Sebab, selama ini, terjadi ketidakharmonisan dalam implementasi ketiga undang-undang tersebut di lapangan.
Baca juga: Pemerhati: BSNP merupakan amanat UU Sisdiknas
Baca juga: Konsorsium Pendidikan ingin penundaan pembahasan revisi UU Sisdiknas
“Meskipun semua niatnya baik, tetapi disharmonis juga satu sama lain. Penting sekali untuk ditata ulang dan dijadikan satu agar menyeluruh dalam mengatur pendidikan sehingga akan jauh lebih harmonis,” terang dia.
Dalam proses penyusunan naskah akademik RUU Sisdiknas, pemerintah telah beberapa kali menjalankan uji publik, baik yang digagas Kemendikbudristek maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan melibatkan pakar, organisasi masyarakat, serta organisasi profesi. Malik mengatakan keterlibatan masyarakat dalam uji publik itu adalah keharusan. Hal tersebut telah diatur pada Pasal 96 Ayat 1 Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Tahun 2011 yang mencakup partisipasi masyarakat.
“Undang-undang ini menyangkut hajat hidup mereka sehingga aspirasi dan juga pandangan serta pengalaman dari berbagai stakeholder itu akan memperkaya regulasi tersebut. Jadi mutlak dan prosedur formal sebuah undang-undang itu kan memang keharusan untuk melibatkan partisipasi publik,” ucap Malik.
Perwakilan dari Yayasan Guru Belajar, Budi Setiawan, juga mendukung perubahan regulasi sistem pendidikan nasional. Pertama, Budi menjelaskan sistem pendidikan nasional seharusnya mengatur keseluruhan sistem, termasuk komponen-komponen di dalamnya. Bukan hanya parsial seperti selama ini. Kedua, adanya tiga UU yang berbeda seringkali memperumit sinkronisasi peraturan turunannya.
“Ketiga, perlu adanya arah perubahan kebijakan yang bersifat strategis untuk mendorong transformasi pembelajaran. Jadi, ini Inisiatif yang sebenarnya dilakukan sejak beberapa tahun lalu, jadi semakin cepat makin baik,” kata Budi.
Budi memprediksi RUU Sisdiknas akan membawa perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan Indonesia. Regulasi tersebut bakal menciptakan fleksibilitas bagi satuan pendidikan, termasuk pusat kegiatan belajar masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. Hal itu terkait dengan penataan standar nasional pendidikan yang lebih memberdayakan dan kontekstual.
“Bagi guru, revisi UU Sisdiknas membuat sejumlah pengaturan teknis yang sebelumnya terkunci pada level undang-undang bisa disesuaikan dengan kondisi guru,” tambah Budi.
Baca juga: Pakar sebut penyusunan revisi UU Sisdiknas sesuai prosedur
Baca juga: P2G minta uji publik RUU Sisdiknas tidak dilakukan tergesa-gesa
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022