"Transportasi umum serta tempat jalan kaki dan bersepeda harus terus digalakkan," ujar dia melalui pesan elektroniknya, Kamis.
Baca juga: Data AirVisual, udara Jakarta kategori tidak sehat Jumat pagi
Berkaca pada kondisi transportasi di Indonesia saat ini, Prof. Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara itu mengatakan hal tersebut perlu dibarengi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
"Transportasi umum di Indonesia sudah mulai ditingkatkan, hanya perlu lebih dijadikan prioritas lagi, tentu sarana dan prasarananya serta cakupannya harus memadai supaya orang mau berpindah," ujar dia.
Saran serupa juga diperuntukkan untuk tempat jalan kaki dan lokasi bersepeda di beberapa wilayah, termasuk Jakarta. Hal ini demi gaya hidup sehat seperti berjalan kaki dan bersepeda dapat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sekedar olahraga di akhir pekan.
"Supaya ini jadi bagian kehidupan sehari-hari, bukan olahraga akhir pekan saja," kata Prof Tjandra yang kini menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.
Baca juga: Jakarta tempati posisi ketujuh kualitas udara terburuk di dunia
Berbicara lebih lanjut mengenai upaya menjadikan dunia yang lebih sehat, dia mengatakan, negara-negara di dunia perlu mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kualitas udara termasuk melakukan pemantauan pencemaran dengan baik dan mengidentifikasi sumber-sumber pencemar udara dan mengatasinya.
Lebih lanjut, kebakaran hutan yang masih terjadi di berbagai belahan dunia juga perlu ditangani secara serius.
Di lain sisi, pihak industri perlu mengawasi pengelolaan limbahnya agar tidak mempengaruhi kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Prof. Tjandra juga memandang penting menjadikan polusi udara perlu jadi bagian penting kurikulum pendidikan petugas kesehatan dari semua tingkatannya.
Terkait pencemaran lingkungan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terjadi lebih dari 13 juta kematian setiap tahunnya di dunia akibat berbagai jenis pencemaran lingkungan. Polusi udara bahkan menyebabkan sekitar 7 juta kematian setiap tahunnya di dunia.
Data dari 117 negara yang secara teratur memonitor kualitas udaranya menunjukkan, sebanyak 17 persen udara kota di negara berpenghasilan tinggi berada dibawah standar sehat WHO untuk kadar PM2.5 atau PM 10.
"Pada negara berpenghasilan rendah dan menengah, hanya sekitar 1 persen kotanya yang kadar kesehatan udaranya sesuai dengan standar WHO," kata Prof. Tjandra.
Kemudian, data dari sekitar 4000 kota di dunia di 74 negara yang mengumpulkan data Nitrogen dioksida (NO2) dari lapangan secara akurat dan berkala, memperlihatkan hanya sekitar 23 persen orang yang tinggal di kota-kota ini yang menghirup udara yang kadar NO2 nya masih dalam batas-batas normal.
Lalu, apa dampaknya kualitas udara buruk bagi kesehatan? Prof. Tjandra menjelaskan, partikulat di udara khususnya PM2.5, dapat masuk ke paru-paru dan menyebar ke peredaran darah. Akibatnya, terjadilah gangguan pada sistem kardiovaskular dengan berbagai jenis penyakit jantungnya, penyakit serebovaskular seperti stroke serta gangguan pada paru dan sistem respirasi.
Baca juga: Lagi, kualitas udara Jakarta terburuk kedua di dunia
Sementara itu, NO2 berhubungan dengan berbagai penyakit paru dan pernapasan, seperti asma bronkial dan lainnya.
"NO2 menyebabkan berbagai keluhan respirasi seperti batuk, bising mengi, sesak napas dan tidak jarang menyebabkan seseorang harus dirawat di rumah sakit karenanya," ujar Prof. Tjandra.
Berkaca pada kondisi udara dunia saat ini, dia mengaku optimistis bila upaya penanggulangan dilakukan maka akan tercipta lingkungan sehat di kemudian hari.
"Ya tentu kita harus optimis, diikuti dengan kerja nyata di lapangan untuk menciptakan lingkungan sehat. Kita perlu berupaya maksimal agar semua manusia di muka bumi dapat hidup dalam suasana udara, air dan makanan yang bersih dan sehat setiap waktu," tutur dia.
Sebagai penutup. Prof. Tjandra berharap agar ekonomi dunia dan negara lebih berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan manusia. Di sisi lain, masyarakat juga perlu dapat mengatur dan mengendalikan kesehatan diri mereka serta kesehatan planet tempat tinggal bersama.
Baca juga: Integrasi tarif transportasi di Jakarta mendesak karena amanat Jokowi
Baca juga: Pengamat: Penggunaan kendaraan listrik di G20 dorong energi alternatif
Baca juga: Transportasi daring jadi peluang sekaligus tantangan angkutan umum
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022