Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan pemerintah perlu menggeser pemikiran negara yang semula terpaku pada pembangunan sumber daya alam (SDA) tak terbarukan menjadi sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
“Pembangunan infrastruktur banyak yang menjadi prioritas, termasuk pembukaan tempat wisata dalam pembangunan fisik. Tetapi, kalau infrastruktur prioritas, sebetulnya pembangunan sumber daya manusia itu sangat-sangat prioritas,” kata Hasto saat ditemui ANTARA di Desa Tabuan Asri, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa.
Hasto menuturkan berdasarkan saran dari para ahli di perguruan tinggi, tanpa menggeser peluang dalam pembangunan sumber daya alam yang tak terbarukan, negara akan mengalami kesulitan, karena sumber daya manusianya belum berkualitas.
Baca juga: Menteri PPPA resmikan Desa Tabuan Asri Banyuasin sebagai DRPPA
Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah perubahan pola pikir yang dapat mendorong keluarga untuk merencanakan setiap kelahiran seorang anak, sejak berada dalam usia muda melalui pemeriksaan kesehatan kepada setiap calon pengantin.
Sebab, lanjutnya, hingga kini budaya mendahulukan pre-wedding masih mengakar kuat di dalam masyarakat dibandingkan memperhatikan kesehatan para calon ibu yang akan mengandung bayi di masa depan.
“Anak-anak muda mengatakan berencana itu keren, karena kalau mau nikah itu harus diperiksa dulu. Pre-wedding disiapkan, tapi pre-konsepsi tidak dipikirkan. Berbagai persiapan pesta sudah disiapkan, tapi kalau ditanya apakah istrinya Hb nya cukup dan tidak anemia untuk hamil? Jawabannya tidak tahu,” ujar dia.
Dengan hadirnya peraturan pemeriksaan kesehatan kepada setiap calon pengantin tiga bulan sebelum menikah yang diresmikan oleh BKKBN bersama Kementerian Agama, Hasto berharap setiap keluarga dapat lebih peka dan mencermati kondisi kesehatan perempuan di Indonesia.
Meskipun setelah melakukan pemeriksaan, calon ibu dinyatakan belum memenuhi syarat untuk hamil, BKKBN tidak akan melarang setiap pasangan untuk menikah. Namun, nantinya calon pengantin akan mendapatkan pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) agar kesehatan calon ibu dapat dikoreksi.
Seperti di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan misalnya, BKKBN sudah menurunkan 577 tim atau setara dengan 1.671 personel untuk mendampingi dan mengubah pola pikir keluarga agar bisa melahirkan manusia unggul dan berkualitas.
Dibentuknya tim pendamping yang terdiri atas bidan, kader PKK dan kader KB serta didukung peraturan tersebut, merupakan sejumlah langkah pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi tengkes di Indonesia menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Baca juga: BKKBN turunkan 557 tim pendamping keluarga di Banyuasin cegah tengkes
Baca juga: BKKBN: Angka kekerdilan di Sumatera Selatan capai 24,8 persen
BKKBN terus berusaha meningkatkan anggaran, seperti Dana Anggaran Khusus (DAK) non-fisik kepada Kabupaten Banyuasin sebesar Rp6 miliar di tahun 2021 dan dana BOKB yang ada di Kantor OPD KB Banyuasin sebesar Rp8 miliar untuk tahun 2022 agar tengkes tak terjadi lagi pada anak-anak bangsa di setiap daerah.
Dalam kesempatan itu, ia mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Banyuasin yang bekerja keras menurunkan angka tengkes di daerah itu menjadi 22,0 persen dan berada di bawah angka secara nasional yang masih menyentuh 24,4 persen.
“Saya senang angka stuntingnya 22,0 persen, jauh di bawah angka nasional, artinya sukses dalam menurunkan angka tengkes. Itu adalah tanda bahwa pembangunan manusia, menjadi suatu yang diutamakan di Kabupaten Banyuasin dan Provinsi Sumatera Selatan,” kata Hasto.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022