"Kendalanya, mencari relawan sekarang susahnya minta ampun. Data terakhir (survei serologi antibodi), 92 persen orang Indonesia sudah memiliki antibodi," kata Direktur Utama PT Bio Farma Persero Honesti Basyir yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Padahal, kata Honesti, pada awalnya uji klinis vaksin COVID-19 mensyaratkan ketentuan studi efikasi untuk mengukur efektivitas vaksin terhadap penyakit yang menginfeksi manusia.
Baca juga: Bio Farma incar peluang ekspor Vaksin Merah Putih saat endemi COVID-19
Studi efikasi itu membutuhkan relawan dengan sejumlah kriteria, di antaranya belum memiliki antibodi dan belum divaksin.
Keputusan Bio Farma tidak melakukan studi efikasi Vaksin Merah Putih didasari atas kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang telah mengubah ketentuan uji klinis hanya pada tes keamanan vaksin serta imunogenisitas atau kemampuan vaksin dalam memicu respons imun dari tubuh manusia.
"Jadi, efikasi tidak kita masukkan lagi (dalam uji klinis), karena harus cari orang yang belum pernah divaksin, belum pernah kena penyakit dan belum pernah kena antibodi," katanya.
Uji klinis fase tiga Vaksin Merah Putih hanya menyasar studi tentang seberapa besar antibodi yang muncul dan netralisasi dari virus tersebut, kata Honesti.
Baca juga: Biotis klaim vaksin Merah Putih kompatibel dengan varian terbaru
Hingga fase transisi dari pandemi menuju endemi, Vaksin COVID-19 dalam negeri masih dalam proses pengembangan. Vaksin itu, di antaranya Vaksin Merah Putih yang dikembangkan peneliti Universitas Airlangga (Unair) dan PT Biotis, Vaksin Merah Putih Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Institute dan PT Bio Farma, serta Vaksin Merah Putih PT Bio Farma dan Boulevard Medicine.
Vaksin tersebut segera masuk uji klinis terakhir di tahap tiga. Ditargetkan pada akhir Juli 2022, seluruh vaksin tersebut memperoleh sertifikat EUA dari BPOM RI.
Honesti menambahkan selain melengkapi Vaksin Merah Putih dengan EUA BPOM RI, Bio Farma juga membutuhkan EUA WHO sebagai syarat untuk kebutuhan impor vaksin.
"Setelah dapat EUA dari BPOM RI, Bio Farma juga segera melanjutkan EUA dari WHO untuk impor," katanya.
Baca juga: BPOM: Uji klinik Vaksin Merah Putih fase tiga bergulir Juli 2022
Baca juga: Eijkman: Kuasai teknologi pengembangan vaksin untuk kemandirian bangsa
Honesti memastikan seluruh proses produksi Vaksin Merah Putih menggunakan material yang halal secara hukum syariah. "Ini kan uji klinis baru jalan, setelah selesai dapat EUA BPOM baru urus sertifikasi halal. Yang pasti semua bahan baku vaksin dalam negeri tidak ada yang mengandung enzim babi. Jadi, secara material proses produksi halal," katanya.
Proses sertifikasi halal Vaksin Merah Putih dilakukan melalui tahap audit tersendiri oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) usai EUA dari BPOM RI diterbitkan, demikian Honesti.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022