"Akibat dari tidak adanya payung hukum terkait PRT ini, artinya tidak ada pengakuan dan perlindungan bagi PRT serta memposisikan mereka dalam kerentanan," kata Theresia melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, dengan tidak adanya payung hukum bagi PRT, membuat mereka rentan mengalami kekerasan serta tidak mendapatkan hak-haknya.
Baca juga: Wujudkan kesetaraan MPI desak DPR segera sahkan RUU PPRT
Dia mengatakan DPR RI mengusulkan RUU Perlindungan PRT sejak tahun 2014, namun hingga saat ini masih belum diundangkan (disahkan).
"DPR RI telah mengeluarkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga pada 2004 (RUU PPRT) dan sudah 18 tahun perjuangan untuk pengesahannya belum juga membuahkan hasil," katanya.
Theresia mengatakan berdasarkan survei JALA PRT di enam kota terhadap 4.296 PRT pada 2019 menemukan bahwa 89 persen PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan 99 persen tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Presiden RI agar menyegerakan kerja dari Gugus Tugas Pemerintah untuk melakukan sinergi dan langkah-langkah strategis dalam mendorong pembahasan RUU Pelindungan PRT di DPR.
Baca juga: KSP inisiasi pembentukan Gugus Tugas RUU PPRT
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Perlu payung hukum lindungi ART Indonesia
Selain itu, pihaknya juga mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU PPRT.
"DPR agar segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT atau melakukan ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT demi mengisi kekosongan hukum terkait pengakuan dan perlindungan PRT," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022