Kalau surut terpaksa kita harus berhenti itu, tidak bisa lewat. Kadang ada rumput atau kotoran sangkut di mesin kapal jadi harus berhenti sebentar
Suku Asmat yang ada di Kabupaten Asmat, Papua biasa menggunakan kendaraan berupa canoe dan speed boat untuk mengarungi sungai dalam berkegiatan sehari-hari.
“Sehari-hari ramai pakai speed boat karena satu-satunya kendaraan air di sini,” kata seorang driver speed boat Titus (42) saat ditemui ANTARA di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis.
Titus menuturkan pemakaian speed boat terjadi karena jarak antar kampung yang terlalu jauh dan tidak adanya jalan darat untuk menghubungkannya. Hanya sedikit jembatan itu pun biasanya terdapat dalam satu lokasi yang sama dan tidak berhubungan dengan daerah lain satu sama lainnya.
Baca juga: WVI: Asmat butuh pendampingan langsung guna pahami hidup sehat
Harga per penumpang mencapai Rp100 ribu dengan tujuan Bandara Ewer ke Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua.
Sedangkan untuk pergi ke kampung lain, harganya dapat mencapai Rp5 juta hingga Rp15 juta tergantung dari jauhnya jarak dari lokasi yang ditempuh. Harga dapat bertambah bila driver ikut menginap atau menambah hari pemakaian.
Seperti pengalaman ANTARA di lapangan, dari Kota Agats ke Kampung Damen, harga yang diminta mencapai Rp5 juta dengan waktu tempuh mengarungi sungai hampir sekitar dua jam.
Baca juga: Suku Asmat kekurangan guru guna imbangi jumlah siswa yang meningkat
Penumpang akan dibawa mengarungi sungai dengan pemandangan yang dikelilingi oleh pohon kayu bintang dan akar pandan, udara yang sejuk dan sangat segar serta tingginya tanah berlumpur.
Air di rawa berwarna cokelat, dapat terlihat pula banyak ranting atau rumput dari rawa-rawa yang mengambang di atas permukaan air sungai. Terkadang, penumpang dapat melihat suku Asmat lain yang sedang berkendara di kapal lainnya.
Biasanya, barang bawaan akan diletakkan di pojok dalam bawah kap speed boat, atau di kursi belakang seusai keterisian kursi.
Baca juga: Disdik: Pola belajar Asmat tak bisa disamakan dengan anak pada umumnya
Untuk melakukan perjalanan, driver harus memastikan bahwa air sedang dalam kondisi yang tinggi. Cara untuk mengetahui kondisi pasang surut air adalah dengan melihat tepi pinggir rawa, bila lumpur terlihat maka air sedang dalam keadaan surut sehingga sulit untuk lewat.
Selain tinggi air, jumlah penumpang beserta barang bawaan sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya speed boat dapat bergerak di atas air.
“Kalau surut terpaksa kita harus berhenti itu, tidak bisa lewat. Kadang ada rumput atau kotoran sangkut di mesin kapal jadi harus berhenti sebentar,” kata Titus.
Driver speed boat Kota Agats lainnya, Aza menambahkan bila bahan bakar yang digunakan merupakan jenis Pertalite.
“Satu liternya ya Rp8 ribu itu,” kata Aza.
Digunakannya Pertalite sebagai bahan bakar dikarenakan bensin seharga sekitar Rp6.500 sudah ditarik oleh pemerintah, sehingga masyarakat mencari alternatif lain untuk tetap bisa bekerja.
Sedangkan harga Pertamax di kabupaten itu sekitar Rp10 ribu. Dirinya mengaku bahwa harga tersebut terlalu mahal untuk dibeli, apalagi dengan kegiatan masyarakat sanggup bolak-balik lebih dalam 10 kali sehari.
Aza mengatakan ada perahu selain speed boat seperti sampan, canoe ataupun perahu kecil dengan dayung. Namun, itu hanya ada di beberapa kampung yang jaraknya jauh dari Kota Agats.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022