Satu pemuda, Abihakim lalu membasahi rockwool dengan air mengalir, sementara Andre mengambil bibit pakcoy di tempat penyimpanan. Keduanya sembari duduk berhadapan membuat pola garis sehingga membentuk persegi empat ukuran kecil.
Baca juga: Melirik potensi budidaya pertanian di kontainer
Mereka masing-masing mengambil satu batang lidi untuk melubangi pola garis persegi kecil itu dan memasukkan satu buah benih pakcoy. Setelah satu per satu lubang terisi benih, keduanya menaruh wadah berisi benih itu di tempat yang tak terkena sinar matahari.
Andre dan Abihakim lalu bergabung dengan La Ode Hardian (32), Ketua Karang Taruna Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan yang tiba di kebun lebih awal, untuk berbincang mengenai pertanian perkotaan atau urban farming.
Pertanian perkotaan dengan metode budidaya hidroponik sudah sejak tiga tahun lalu berkembang di antara anggota Karang Taruna Kelurahan Kebon Baru khususnya RW04. Lahan yang mereka gunakan antara lain tanah kosong seluas 9x8 meter persegi di Jalan D3 No.6, RT09/RW04 dan atap bangunan. Selain pakcoy, mereka juga menanam kangkung dan bayam. Menurut La Ode, tiga jenis sayuran ini cenderung paling diminati masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan.
La Ode memilih metode budidaya hidroponik karena cenderung mudah dilakukan, terutama bagi anak-anak muda. Metode penanaman ini memanfaatkan air tanpa menggunakan media tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan hara nutrisi bagi tanaman.
Baca juga: DKI tanam serentak di 200 lokasi untuk dukung pertanian perkotaan
"Saya lihat anak-anak muda yang belum tahu soal pertanian, hidroponik salah satu jawaban yang paling gampang mereka terima," kata dia yang pernah menempuh pendidikan bidang pertanian di Universitas Halu Oleo, Kendari itu.
Alat-alat yang dibutuhkan yakni rak atau instalasi hidroponik, rockwool sebagai media tanam, net pot dan talang. Pada rockwool yang dibasahi air, benih-benih dimasukkan dan ditunggu hingga 1-2 hari hingga berkecambah. Setelahnya, masukkan tanaman pada net pot dan simpan pada lubang tanam di rak.
"Paling malas anak-anak menyemai. (Bisa membuat) mata berair," tutur dia.
Selama kurang lebih 20-30 hari, paling tidak hanya satu kali dalam sehari perawatan dilakukan. Perawatan ini misalnya mengganti air yang sudah kotor dan menambah nutrisi (bila perlu).
La Ode mengatakan, anak-anak muda tak membutuhkan waktu lama untuk memahami bertani dengan metode hidroponik. Ketimbang mengajarkan melulu teori, mereka lebih mudah memahami cara bertani melalui praktik langsung.
Selain Andre dan Abihakim, masih ada lebih dari 30 orang warga Kelurahan Baru yang tergabung di dalam karang taruna di kelurahan dan masing-masing RW. Rerata usia mereka berada pada rentang 13-27 tahun.
Sebagian mereka menempuh pendidikan dari jenjang sekolah menengah pertama dan sebagian lain sudah bekerja. Berbeda dengan saat awal pandemi COVID-19, sejak dua tahun terakhir, tak semua anggota karang taruna dapat mencurahkan sebagian besar waktunya untuk bertani.
Akibatnya, dari 14 RW di Kelurahan Kebon Baru, sekitar 8 RW yang masih aktif dalam pertanian perkotaan.
Data Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2021 menunjukkan, terdapat sebanyak 735 lokasi urban farming dan 269 diantaranya berada di Jakarta Selatan.
Dari sisi metode budidaya, hidroponik menempati urutan terbanyak yang dilakukan di Jakarta dengan total 175.
Sebagian besar usia penggiat urban farming berada dalam rentang usia 41-50 tahun dengan besaran 37 persen, diikuti usia lebih dari 50 tahun yakni 35,5 persen, kemudian usia 31-40 tahun sebanyak 19,5 persen. Pegiat pertanian di bawah 30 tahun mencapai 8 persen.
Baca juga: Wali Kota Jakut tunjukkan budi daya melon bisa di atap apartemen
Potensi pertanian perkotaan Kebon Baru
La Ode mengatakan sayuran yang dia dan rekan-rekannya tanam dipasarkan di dua swalayan ternama kawasan Jakarta dengan harga jual Rp7.500-Rp8.500 per 250 gram. Sayuran hasil panen juga diberikan sebagian pada anak-anak dengan kondisi gizi buruk di kelurahan setiap sebulan sekali.
Dia dan tim juga mengolah produk sayuran menjadi jus, "nugget", dan "smoothies" atau minuman berbahan baku buah-buahan atau sayuran.
Berbicara hasil panen, dalam sebulan, produksi terbanyak berasal dari RW04, yakni 60 kg sayuran dari sekitar 2.000 lubang tanam.
Saat ini, dia dan tim bekerja sama dengan Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Jakarta Selatan mengembangkan aplikasi bernama Toko Urban Farming Jakarta yang disingkat TUFJ. Melalui aplikasi ini, nantinya produk sayuran yang dihasilkan juga diperuntukkan untuk kepentingan komersil atau bisnis.
Menurut rencana, pengelolaan aplikasi diserahkan pada anggota kelompok tani yang berfokus pada unit bisnis, New Garden Hydro.
"Nanti kalau pegang aplikasi, bukan jual sayuran saja. Seluruh pelaku usaha bidang pertanian, perikanan, perkebunan bisa berjualan di sana. Kami yang kelola aplikasinya. Mereka yang biayain (buat aplikasi), kami tidak bayar. Tinggal SDM. Kami siapin," tutur La Ode.
Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan (Kasi Ekbang) Kelurahan Kebon Baru Sismintarsih memuji antusiasme masyarakat khususnya kaum muda untuk bertani di tengah keterbatasan lahan. Dia mengatakan, ada sejumlah warganya yang juga aktivis lingkungan yakni di RW03 dan RW14, turut membantu pelaksanaan urban farming.
Baca juga: Wali Kota Jaksel berharap kelurahan maksimalkan pertanian perkotaan
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022