"Anak-anak yang bekerja di sektor-sektor atau industri yang terkait tembakau atau rokok, itu dinyatakan sebagai melanggar Konvensi ILO 182, dalam hal ini sudah menjadi bagian dari hukum nasional kita, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000," kata dia dalam konferensi pers bertajuk "Lindungi Anak dan Remaja dari Keterjangkauan Harga Rokok Demi Sumber Daya Unggul Mencapai Indonesia Maju" diikuti di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan aturan tersebut dimungkinkan jika pemerintah menetapkan rokok mengandung zat kimia yang berbahaya.
Pihaknya juga mendorong revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak agar dapat memidanakan pelaku yang mempekerjakan anak-anak tersebut.
"Dalam soal mempekerjakan anak di sektor yang berbahaya, itu belum ada pasal pidananya," katanya.
Baca juga: Komnas HAM: Ratifikasi FCTC lindungi kesehatan generasi masa depan
Komnas HAM melihat bahwa anak-anak masih banyak dipekerjakan di rantai industri rokok, seperti bekerja melinting rokok atau berdagang rokok.
"Kita lihat masih banyak anak-anak asongan yang jual rokok, di industri rokok, di kabupaten-kabupaten, juga masih banyak anak-anak yang bekerja untuk melinting rokok, ikut kebun tembakaunya," katanya.
Pihaknya berharap, kebiasaan-kebiasaan yang berpotensi membuat anak menjadi perokok dapat dihindari seperti yang sudah diterapkan di negara-negara maju.
"Di beberapa negara-negara maju, penjualan rokok itu, kalau penjualnya curiga, dia minta ID (kartu identitas) dari orang yang beli, apakah sudah lebih 18 tahun umurnya. Kita kan enggak, bahkan di sini kebiasaan juga menyuruh anaknya untuk beli rokok. Kita enggak tahu bahwa itu mendidik anak untuk kemudian dia menjadi perokok," katanya.
Baca juga: Komnas HAM bertemu Presiden Jokowi bahas tren intoleransi
Baca juga: Menaker ajak semua pihak berkontribusi menghapus pekerja anak
Baca juga: Kemen PPPA minta tidak ada warung dan iklan rokok di sekitar sekolah
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022