"Dukungan ini sejalan dengan aspirasi dari berbagai kalangan intelektual lainnya, seperti Forum Rektor Indonesia dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bahkan, sejalan pula dengan dukungan dari berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan Majelis Tinggi Agama Konghucu," kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia menyampaikan bahwa rekomendasi mengenai penyusunan PPHN telah dirancang MPR RI dalam dua kali masa jabatan, yaitu periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 melalui keputusan MPR RI. Kemudian, rekomendasi itu ditindaklanjuti MPR RI periode 2019-2024 dengan menyelesaikan rancangan PPHN.
Baca juga: Bamsoet: Langkah tepat PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan
"MPR RI periode 2019-2024 telah menyelesaikan rekomendasi tersebut dengan menyelesaikan rancangan PPHN sekaligus memiliki terobosan hukum agar PPHN bisa dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan yang akan dibahas lebih lanjut oleh panitia ad hoc yang akan dibentuk dalam Rapat Paripurna MPR RI pada awal September 2022," jelas Bamsoet.
Dia menyampaikan bahwa Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno telah memiliki Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Lalu pada Pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, lanjut Bamsoet, sejak era Reformasi berdasarkan visi dan misi presiden serta wakil presiden terpilih pola pembangunan itu diubah dengan dielaborasi dalam rencana pembangunan jangka menengah 5-10 tahun.
Menurut Bamsoet, perubahan tersebut membawa dampak negatif, seperti menyebabkan tidak adanya kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan dan pemerintahan penggantinya. Oleh karena itu, dia menilai Indonesia perlu memiliki rencana pembangunan jangka panjang, terutama untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan berbagai tantangan zaman ke depan.
Baca juga: Bamsoet sebut MPR berupaya wujudkan PPHN
"Untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan berbagai tantangan zaman ke depan, Indonesia perlu memiliki rencana pembangunan jangka panjang, sebagaimana negara-negara besar dunia lainnya. Tiongkok, misalnya, pada periode tahun 1970-an atau 1980-an telah memiliki rencana pembangunan hingga tahun 2050, yakni pada saat usia kemerdekaan Tiongkok memasuki usia ke-100 tahun," ucap Bamsoet.
Selanjutnya, Bamsoet mengajak kalangan pendidikan tinggi untuk mengkaji urgensi menghadirkan kembali utusan golongan dalam keanggotaan MPR RI.
Hal tersebut dia sampaikan usai menerima kedatangan jajaran Dekanat FISIP Universitas Brawijaya, di Jakarta, Selasa. Jajaran FISIP Universitas Brawijaya yang hadir di antaranya, Dekan Sholih Muadi, Wakil Dekan III Bambang Dwi Prasetyo, Ketua Badan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (BP2M) Moch. Fauzie Said, Staf Ahli Dekan Akhmad Muwafik, Ketua Bidang Kerjasama BP2M Novy Setia Yunas, dan Ketua Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat BP2M Irawan Saputra.
Baca juga: MPR: Rapat Gabungan sepakat bentuk panitia "ad hoc" PPHN
Dalam kesempatan itu, Bamsoet diminta menjadi dosen FISIP Universitas Brawijaya. Dengan menjadi dosen di sana, dia diharapkan dapat menjembatani sekaligus memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai keilmuan sosial dan politik dari sisi teori dan realitanya di lapangan.
Permintaan itu, menurut Bamsoet, merupakan suatu kehormatan bagi dia.
"Sebuah kehormatan diundang bergabung dalam keluarga besar Universitas Brawijaya untuk mempersiapkan lahirnya para ilmuwan sosial dan politik yang tidak hanya kuat secara teori, tetapi kuat secara praktik, tidak hanya memiliki pengetahuan tentang ilmu sosial dan politik, tetapi memiliki pengetahuan tentang wawasan kebangsaan," ujar dia.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022