"Kita menyuruh orang berhenti, tapi kita tetap kasih, kita tetap sediakan (minuman berpemanis)," kata Elvieda dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kurangi konsumsi minuman berpemanis untuk tekan lemak hati
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemberlakuan cukai terhadap produk pangan berisiko tinggi terhadap kesehatan.
Dia menambahkan, pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan sedang menyusun Peraturan Pemerintah untuk memberlakukan cukai terhadap MBDK.
Baca juga: CISDI dorong pemerintah kenai cukai pada minuman kemasan berpemanis
Elvieda mengatakan, murahnya harga produk tersebut menyebabkan semua orang bisa dengan mudah membelinya.
"Menarik perhatian dan juga bisa dijangkau dengan harga yang murah, bisa dijangkau oleh masyarakat mulai dari yang (lapisan) bawah sampai yang atas," katanya.
Baca juga: Konsumsi minuman kemasan berpemanis naik 15 kali lipat 2 dekade
Dia mencontohkan 61,27 persen penduduk berusia di atas tiga tahun memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
Pihaknya juga mendorong ketersediaan makanan dan minuman dengan gula, garam, lemak (GGL) rendah di lingkungan sekolah dan tempat kerja.
Baca juga: Kemenkes: Rencana cukai minuman berpemanis telah terkoordinasi
Dia meminta dukungan dari semua pihak dalam upaya mempercepat diterbitkannya regulasi terkait produk minuman berpemanis dalam kemasan ini.
"Memang kita target dari Kementerian Keuangan adalah tahun ini regulasi-nya selesai dan paling lambat tahun depan itu sudah diterapkan," katanya.
Baca juga: CISDI: Cukai minuman berpemanis tambah penerimaan negara Rp2,7 triliun
Baca juga: Kemenkeu sebut cukai minuman berpemanis siap diterapkan di 2023
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022