Orang yang butuh layanan KB tapi tidak terlayani itu ada 18 persen. Kita menghitungnya per provinsi tapi data per kabupaten ada juga
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong kehadiran program KB dengan mendekatkan tenaga kesehatan (nakes) dan keluarga, guna mengentaskan masalah kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet-need).
“Orang yang butuh layanan KB tapi tidak terlayani itu ada 18 persen. Kita menghitungnya per provinsi tapi data per kabupaten ada juga,” kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan sejak pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia, kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi secara nasional pada tahun 2021 mencapai 18 persen. Padahal, saat itu pemerintah menargetkan angka tersebut turun jadi 8,3 persen.
Hal tersebut merupakan dari akibat pembatasan sosial untuk mencegah penularan COVID-19. Pasangan Usia Subur (PUS) tidak dapat bertemu dengan nakes, untuk memasangkan alat kontrasepsi seperti suntik, implan ataupun IUD.
Selain pandemi, masalah demografi di beberapa provinsi menyebabkan kebutuhan ber-KB mengalami masalah tersendiri. Eni menyebut salah satunya adalah Papua yang angkanya menyentuh sekitar 30 persen.
Ia memberi contoh masyarakat di Provinsi Papua yang kesulitan mengakses KB karena kurangnya edukasi di dalam keluarga. Beberapa daerah di antaranya juga terkendala jarak dan banyaknya transportasi yang bisa membawa ibu pergi dengan leluasa ke fasilitas kesehatan.
“Pelayanan KB itu harus ada kontak antara nakes dengan si akseptornya. selama pandemi, orang kesulitan transportasi, kesulitan kontak, belum lagi bidan-bidan juga tutup praktik, makanya mereka tidak bisa ber-KB dulu,” katanya.
Sebagai upaya mengentaskan masalah KB itu, BKKBN mengoptimalkan peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) sampai ke pelosok desa. Tidak hanya untuk penurunan stunting, TPK juga ditugaskan untuk mengedukasi manfaat KB bagi keluarga.
Lewat pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah, kata Eni Gustina , calon yang ingin hamil namun terkena anemia dan tidak memenuhi syarat untuk hamil lainnya, akan diberikan alat kontrasepsi terlebih dahulu sambil mengkoreksi kesehatan tubuhnya.
Sebelumnya, Direktur Bina Akses Pelayanan KB BKKBN Zamhir Setiawan juga mengatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan yang telah terintegrasi dengan BKKBN, telah ditingkatkan untuk mendorong pemakaian KB pada keluarga.
Dalam data BKKBN hingga bulan Agustus 2022, sudah ada 18.705 unit fasyankes yang teregistrasi dengan pihaknya. Setelah pada tahun 2021, jumlah fasyankes di Indonesia hanya berkisar Jumlah 18.243 unit saja.
Di mana 18.705 unit fasyankes itu, terdiri dari 1.851 rumah sakit, 412 klinik utama, 10.779 puskesmas, 868 praktik dokter, 2.816 klinik pratama, 215 rumah sakit tipe D pratama dan 1.764 PMB.
Bagi fasilitas kesehatan yang telah teregistrasi dengan BKKBN, bisa mendapatkan alat kontrasepsi gratis, dengan jenis KB yang didistribusikan disesuaikan dengan alat dan obat kontrasepsi dalam program BKKBN berupa Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR/IUD), implan, obat suntik KB, pil KB dan kondom, demikian Zamhir Setiawan.
Baca juga: BKKBN-TNI perluas layanan KB di daerah tinggi kasus stunting
Baca juga: BKKBN Sulsel jemput bola melalui Layanan KB Care
Baca juga: Harganas 2022 momentum tingkatkan layanan KB pasca-persalinan
Baca juga: BKKBN gelar layanan metode operasi wanita tarik masyarakat DIY ikut KB
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022