"Pada 14 September lalu WHO memperbarui pedoman penanganan COVID-19 yang menyoroti lima pilar terintegrasi, yang dapat menjadi fokus setiap negara dalam upayanya mengakhiri pandemi COVID-19," ujarnya dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan pilar pertama adalah surveilans, laboratorium, dan pencerdasan masyarakat. Surveilans adalah kunci untuk mengidentifikasi kasus sejak dini dan mencegah terjadinya penyebaran yang lebih luas.
Baca juga: Menkes: Surveilans terintegrasi modal negara hadapi krisis kesehatan
"Kunci pelaksanaan surveilans ada di tingkat terkecil, yaitu RT/RW yang didukung oleh petugas Puskesmas di tingkat kelurahan," katanya.
Ia menekankan surveilans dapat terlaksana dengan baik jika ada dukungan dari warga untuk bersedia memberikan informasi yang benar apabila petugas melakukan penelusuran kontak.
Berikutnya, adalah laboratorium yang berfungsi penting dalam penegakan diagnosis COVID-19, terutama melalui tes PCR.
"Meskipun tes antigen telah banyak digunakan untuk kepentingan hasil yang cepat, jika di kemudian hari kasus meningkat kembali tes PCR tetap menjadi perlu dan hal tersebut memerlukan dukungan laboratorium yang memadai secara merata di seluruh Indonesia," paparnya.
Kemudian, pencerdasan kesehatan masyarakat oleh para pakar. Pakar berperan penting untuk membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap COVID-19.
Untuk pilar kedua, kata Wiku, yakni vaksinasi dan pemberdayaan masyarakat. Vaksinasi penting untuk membentuk kekebalan komunitas karena fakta yang terjadi di dunia, vaksinasi telah menyelamatkan ratusan juta nyawa.
Baca juga: Epidemiolog: Perpanjangan PPKM perlu disertai peningkatan surveilans
"Semakin banyak orang yang vaksin, semakin terlindungi, tidak hanya pada orang tersebut, namun juga kelompok rentan," tuturnya.
Ia menambahkan untuk pemberdayaan komunitas juga penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penanganan COVID-19 menjadi tanggung jawab bersama.
Pilar ketiga, lanjut Wiku, yakni sistem kesehatan yang tangguh. Hal itu penting untuk dicapai dengan memastikan ketersediaan sumber daya dan fasilitas testing, tracing, dan treatment (3T) yang memadai, serta mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pilar keempat, kata Wiku, adalah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal itu penting agar keputusan dan peraturan yang ditegakkan berbasis ilmiah dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Selanjutnya, pilar kelima, yaitu koordinasi kesiapsiagaan COVID-19.
Baca juga: Epidemiolog : Perbaikan sistem surveilans cegah naiknya COVID-19
Baca juga: Satgas dorong surveilans molekular epidemiologi ungkap kenaikan kasus
Menurut Wiku, prinsip kolaborasi pentahelix, lima unsur yaitu pemerintah, media, swasta, akademi, dan masyarakat penting untuk terus ditekankan.
Wiku mengatakan koordinasi dan komunikasi pusat dan daerah menjadi penting, terlebih peran satgas COVID-19 yang mulai dikembalikan ke kementerian/lembaga terkait.
"Selain itu, masyarakat dapat berkontribusi mengakhiri pandemi dengan cara menjaga imunitas masing-masing dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS," kata Wiku.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022