Lima organisasi profesi (OP) kesehatan menyampaikan pihaknya belum dilibatkan dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) yang kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).metode omnibus law, itu kan berarti menegasikan beberapa eksisting UU, itu yang kami khawatirkan
Kelima organisasi tersebut antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
“Karena sudah masuk agenda Prolegnas, artinya, kalau sudah masuk agenda Prolegnas, berarti sudah ada draf sebenarnya yang tadi pembahasan itu. Tapi secara resmi, kami belum terlibat, belum dilibatkan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI dr. Mohammad Adib Khumaidi, SpOT saat konferensi pers di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, Adib menjelaskan hingga saat ini organisasi profesi kesehatan belum mendapatkan draf naskah akademik dan draf RUU tersebut.
“Tolong libatkan organisasi profesi untuk memberikan masukan terkait dengan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law ini,” katanya.
Baca juga: Komisi IX pertimbangkan pembuatan omnibus law sektor kesehatan
Baca juga: Pakar: Perlu UU omnibus law terkait kesehatan agar efektif
Sebelumnya pada Selasa (20/9) pekan lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah telah menyepakati Prolegnas 38 RUU Prioritas Tahun 2023, salah satunya termasuk RUU tentang Kesehatan.
Menurut data yang diperoleh di halaman website DPR RI dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022, organisasi profesi kesehatan menemukan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU baru termuat dalam berita "Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023" pada 29 Agustus 2022 yang merupakan usulan DPR.
Kemudian, organisasi profesi kesehatan mendapatkan informasi bahwa RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas pada 21 September. Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional.
“Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019, namun terkait draf naskah akademik maupun RUU-nya belum pernah kami dapati,” katanya.
Baca juga: PDSKJI Jakarta: Pemerintah perlu kawal penerapan UU Kesehatan Jiwa
Sebelumnya pada Selasa (20/9) pekan lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah telah menyepakati Prolegnas 38 RUU Prioritas Tahun 2023, salah satunya termasuk RUU tentang Kesehatan.
Menurut data yang diperoleh di halaman website DPR RI dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022, organisasi profesi kesehatan menemukan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU baru termuat dalam berita "Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023" pada 29 Agustus 2022 yang merupakan usulan DPR.
Kemudian, organisasi profesi kesehatan mendapatkan informasi bahwa RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas pada 21 September. Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional.
“Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019, namun terkait draf naskah akademik maupun RUU-nya belum pernah kami dapati,” katanya.
Baca juga: PDSKJI Jakarta: Pemerintah perlu kawal penerapan UU Kesehatan Jiwa
Baca juga: Ahli sebut UU Narkotika butuh perspektif kesehatan masyarakat
Adib mengatakan pihaknya khawatir RUU Kesehatan (Omnibus Law) dapat menggantikan Undang-Undang (UU) bidang kesehatan yang telah ada, seperti UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan, dan seterusnya.
Ia berharap RUU tersebut jangan sampai menghapuskan UU yang selama ini dinilai sudah berjalan dengan baik.
“Jangan sampai menghapuskan. Kalau Omnibus Law kan menggabungkan semua UU, yang kami khawatirkan adalah penghapusan UU yang sudah eksisting, terutama yang berkaitan dengan profesi kesehatan,” katanya.
Senada, PPNI menambahkan pihaknya juga khawatir RUU tersebut akan menegasikan UU bidang kesehatan yang telah ada mengingat penyusunan menggunakan metode omnibus law atau penggabungan sejumlah peraturan.
“Normalnya, biasanya kalau masuk Prolegnas ada naskah akademik dan drafnya. Tapi kalau tidak ada, tidak dicantumkan, bisa saja ini membahasnya diam-diam. Kalau itu, yang terjadi kekhawatiran kami ada muatan-muatan lain. Dan yang paling kami khawatir itu adalah namanya metode omnibus law, itu kan berarti menegasikan beberapa eksisting UU, itu yang kami khawatirkan,” katanya.
Baca juga: DPR setuju RUU Kekarantinaan Kesehatan jadi Undang-undang
Adib mengatakan pihaknya khawatir RUU Kesehatan (Omnibus Law) dapat menggantikan Undang-Undang (UU) bidang kesehatan yang telah ada, seperti UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan, dan seterusnya.
Ia berharap RUU tersebut jangan sampai menghapuskan UU yang selama ini dinilai sudah berjalan dengan baik.
“Jangan sampai menghapuskan. Kalau Omnibus Law kan menggabungkan semua UU, yang kami khawatirkan adalah penghapusan UU yang sudah eksisting, terutama yang berkaitan dengan profesi kesehatan,” katanya.
Senada, PPNI menambahkan pihaknya juga khawatir RUU tersebut akan menegasikan UU bidang kesehatan yang telah ada mengingat penyusunan menggunakan metode omnibus law atau penggabungan sejumlah peraturan.
“Normalnya, biasanya kalau masuk Prolegnas ada naskah akademik dan drafnya. Tapi kalau tidak ada, tidak dicantumkan, bisa saja ini membahasnya diam-diam. Kalau itu, yang terjadi kekhawatiran kami ada muatan-muatan lain. Dan yang paling kami khawatir itu adalah namanya metode omnibus law, itu kan berarti menegasikan beberapa eksisting UU, itu yang kami khawatirkan,” katanya.
Baca juga: DPR setuju RUU Kekarantinaan Kesehatan jadi Undang-undang
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022