"Dalam kenyataannya, perempuan menopause pun bisa mengalami kekerasan seksual," kata dia kepada ANTARA di Jakarta, Selasa malam.
Dia mengatakan ada pandangan masyarakat yang keliru bahwa perempuan menopause tidak akan mungkin mengalami kekerasan seksual.
"Karena sudah menopause enggak akan mungkin mengalami kekerasan seksual, nah (anggapan, red.) ini yang salah," kata dia.
Padahal, menurutnya, sepanjang hidup perempuan selalu memiliki kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual.
Komnas Perempuan meminta pemerintah untuk mendalami kasus-kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan lansia sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan, penanganan, dan pemulihan.
Baca juga: Kemendikbudristek ingatkan mahasiswa pahami jenis kekerasan seksual
Dia juga meminta pemerintah memiliki data lansia yang akurat agar mereka tidak kehilangan hak-haknya.
"Pemerintah diharapkan juga bisa untuk membangun sistem administrasi yang mudah diakses karena kan sekarang ada sistem pemerintahan berbasis elektronik dengan digitalisasi administrasi, jangan sampai mereka kehilangan hak-haknya karena tidak memahami ini," katanya.
Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia telah mengatur tentang hak-hak lansia.
Namun demikian, menurutnya, isi undang-undang tersebut belum berperspekif gender.
"Di sana dia (undang-undang, red.) belum berperspektif gender," katanya.
Retty menekankan perlunya perspektif gender dalam undang-undang tersebut sesuai dengan perkembangan zaman dan untuk menekan angka kemiskinan di kalangan perempuan lansia.
"Perempuan juga cenderung angka kemiskinannya lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada usia yang sama," katanya.
Baca juga: Kemenag terbitkan PMA penanganan dan pencegahan kekerasan seksual
Baca juga: Fisipol UGM dalami dugaan kekerasan seksual mahasiswa jurusan HI
Baca juga: Media sosial ikut andil ungkap kekerasan terhadap perempuan dan anak
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022