• Beranda
  • Berita
  • BPOM: Pelarut obat sirop kelas industri dijual lebih murah

BPOM: Pelarut obat sirop kelas industri dijual lebih murah

31 Oktober 2022 20:56 WIB
BPOM: Pelarut obat sirop kelas industri dijual lebih murah
Kepala BPOM RI Penny K Lukito (tengah) didampingi Deputi Bidang Penindakan Irjen Pol Agus Nugroho (kiri) dan Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto (kanan) dalam gelar perkara dugaan pencemaran obat sirop di PT Yarindo Farmatama Jalan Modern Industri IV Kav. 29, Cikande, Serang, Banten, Senin (31/10/2022). (ANTARA/Andi Firdaus).

ada perbedaan harga yang mencolok sekali, antara yang 'pharmaceutical grade: dengan yang 'industrial grade'

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito menyebut harga zat pelarut obat industrial grade atau kelas industri dijual lebih murah di pasaran sebab tidak melalui purifikasi tingkat tinggi.

"Karena memang akan ada perbedaan harga yang mencolok sekali, antara yang pharmaceutical grade dengan yang industrial grade," kata Penny K Lukito dalam konferensi pers di Serang, Banten, Senin.

Menurut Penny, sistem jaminan keamanan dan mutu obat memiliki ruang lingkup yang sangat luas mulai dari pemenuhan bahan baku, sampai penggunaan konsumsi di fasilitas pelayanan kesehatan.

Salah satu aktor dalam ekosistem tersebut adalah produsen selaku industri farmasi. Mereka berkewajiban mengantongi sertifikat cara pembuatan obat yang baik, kata Penny menambahkan.

Dalam sertifikat tersebut, kata Penny, terdapat sejumlah ketentuan, salah satunya harus menggunakan bahan baku yang memenuhi standar baku mutu untuk menjadi pharmaceutical grade.

Baca juga: Peneliti: Peran semua pihak lebih optimal jika ada KLB gangguan ginjal

Baca juga: BPOM: Pemasok pelarut obat sirop di Indonesia berasal dari Thailand


"Misalnya pada standar bahan baku pelarut obat sirop, dibolehkan ada kandungan Propilen Glikol (PG) maksimal 0,1 mg/ml," katanya.

Setiap produsen yang mendatangkan bahan baku tambahan tersebut, kata Penny, wajib memvalidasi dan melakukan pengujian secara mandiri untuk memperoleh ketentuan tersebut.

"Bahkan sebelumnya, mereka harus datang sendiri ke pemasoknya, apakah mereka memiliki sertifikat cara distribusi obat yang baik, memenuhi ketentuan pharmaceutical grade," katanya.

Menurut Penny, produsen memiliki kewajiban melakukan pengujian kualitas bahan baku untuk memastikan tidak ada bahan cemaran yang mengancam keselamatan pasien.

"Industrial grade bisa saja digunakan sebagai bahan pelarut cat dan lainnya, mungkin lebih murah karena tidak harus melalui sistem purifikasi yang tingkatnya tinggi," katanya.

Salah satu kesalahan dalam pemanfaatan bahan baku Propilen Glikol (PG) sebagai pelarut obat sirop, kata Penny, terbukti pada sejumlah produk yang diproduksi tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia.

Baca juga: Polri cari bukti kematian pasien ginjal akut lewat urine dan darah

Yakni, produk Flurin DMP produksi PT Yarindo Farmatama, produk Unibebi untuk demam dan batuk produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, dan Paracetamol produksi PT Afi Pharma.

Produk tersebut terbukti melalui uji klinis mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.
​​​​​​
Jika produsen memutuskan untuk mengganti distributor atau formula obat, kata Penny, harus dilaporkan ke BPOM untuk diverifikasi sebelum diberikan izin baru.

"Perubahan variasi minor dari produksi obat harus ada izin baru lagi. Itu tidak dilakukan mereka," katanya.

Dugaan pemanfaatan bahan baku pelarut obat berharga murah yang dikaitkan dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, hingga saat ini masih dalam penyelidikan Bareskrim Polri.

Baca juga: BPOM: Produk Paracetamol Afi Pharma tercemar senyawa perusak ginjal

Baca juga: BPOM-Polri ungkap dua produsen pengguna senyawa penyebab ginjal akut

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022