Dokter spesialis bidan dan kandungan dr. Purnomo Hyaswicaksono mengatakan wanita dengan kondisi harus mengonsumsi obat tertentu seperti obat TBC atau anti epilepsi dapat menurunkan efektivitas dari pil KB pada program keluarga berencana (KB).Kebobolan terjadi karena efektivitas dari kontrasepsinya
“Untuk pil KB sendiri karena memang masih dikonsumsi dan sifatnya mengandung hormonal ada beberapa obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi efektivitas pil KB ini. Misalnya obat TBC, obat anti epilepsy,” kata Purnomo dalam diskusi mengenai program KB yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang juga sebenarnya dapat menurunkan efektivitas dari pil KB seperti mengalami gangguan liver pada wanita. Sehingga tidak jarang penggunaan kontrasepsi masih bisa menyebabkan kehamilan karena penurunan efektivitas metode KB itu sendiri.
“Jadi kebobolan terjadi karena salah satu penyebabnya adalah efektivitas dari kontrasepsinya baik metode maupun alatnya atau obatnya mengalami penurunan efektivitas,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan, pada saat kehamilan dan pada saat pemilihan kontrasepsi sebaiknya dapat berkonsultasi ke bidan atau dokter spesialis untuk mengetahui lebih detil terkait penggunaan, kelebihan dan kekurangan maupun indikasi dan kontraindikasi dari setiap metode kontrasepsi.
Baca juga: Kaitan pil estrogen dengan risiko kanker payudara
Baca juga: Dokter: Penggunaan pil kontrasepsi bantu regulasi suasana hati
Serta suami juga perlu dilibatkan untuk ikut memilih alat kontrasepsi yang nyaman dan sesuai dengan kondisi masing-masing pasangan agar metode kontrasepsi tersebut berjalan efektif.
“Masing-masing kondisi akan memiliki kelebihan dan kekurangan dari jenis KB dan ada beberapa teknik dan cara untuk pemasangan dan penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Idealnya saat mempersiapkan kelahiran sudah di diskusikan dengan dokter,” ucapnya.
Purnomo menjelaskan saat ini metode kontrasepsi yang banyak dipakai adalah KB spiral atau sering disebut dengan IUD. Ia juga menyampaikan KB hormonal seperti implan, suntik KB tiga bulan dan pil menyusui juga ideal diberikan pasca persalinan.
Bagi laki-laki, bisa menggunakan kondom yang bersifat non hormonal untuk membantu mencegah kehamilan yang bisa didapatkan dengan akses yang mudah dan lebih ekonomis tanpa resep dokter. Selain itu penggunaan kondom juga dapat mencegah penularan penyakit seksual bagi masing-masing pasangan.
Namun tetap memperhatikan risiko kebocoran pada kondom akibat pemakaian yang tidak tepat agar tidak terjadi ‘kebobolan’.
Ia pun juga memberikan saran bagi pasangan yang tidak mengonsumsi kontrasepsi dengan metode obat agar menggunakan KB alami dengan menghitung lamanya haid agar mendapatkan masa subur, dan mempersiapkan kontrasepsi darurat seperti kondom untuk mencegah kehamilan.
“Masing-masing orang beda menentukan masa suburnya, idealnya masa suburnya 14 hari sebelum menstruasi selanjutnya, bukan 14 hari dari menstruasi hari pertama, itu yang menyebabkan kebobolan. Persiapkan kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan,” ucap Purnomo.
Baca juga: Kebijakan keluarga di Indonesia dinilai masih setengah hati
Baca juga: Pasien positif COVID-19 boleh minum pil KB?
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022