Dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Distrik Nagasaki, para penggugat berargumen bahwa paparan radiasi yang dialami orang tua mereka pada peristiwa bom atom Amerika Serikat pada 1945 telah mempengaruhi kesehatan mereka.
Para penggugat mengatakan bahwa kegagalan negara untuk memberi mereka bantuan telah melanggar jaminan konstitusional atas kesetaraan di bawah hukum.
Penolakan itu adalah putusan pertama atas gugatan tentang dampak radiasi pada anak-anak korban yang selamat, dan ada pula kasus serupa di Hiroshima yang belum diputuskan.
Sebanyak 28 penggugat, yang merupakan anak korban bom atom Nagasaki, meminta ganti rugi masing-masing senilai 100.000 yen (sekitar Rp11,42 juta) dari pemerintah.
Pemerintah saat ini memberikan berbagai bentuk bantuan keuangan kepada para penyintas peristiwa bom atom di Jepang yang diakui dan menanggung seluruh biaya pengobatan mereka. Namun, bantuan semacam itu tidak berlaku untuk anak-anak mereka.
Para penggugat berpendapat bahwa tidak ada alasan rasional untuk mendiskualifikasi anak-anak korban bom atom dari bantuan semacam itu, dengan mengutip penelitian yang menunjukkan kemungkinan efek turun-temurun dari paparan radiasi.
Pemerintah Jepang membantah klaim tersebut dan mengatakan bahwa efek paparan radiasi pada anak-anak tidak terkonfirmasi, dan oleh karena itu, tidak ada kewajiban legislatif untuk memperluas cakupan bantuan keuangan kepada anak-anak korban.
Pemerintah juga meminta para penggugat untuk membuktikan secara ilmiah bahwa paparan radiasi yang dialami para penyintas berdampak pada kesehatan anak-anak mereka.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Nagasaki peringati 70 tahun bom atom dijatuhkan
Baca juga: Penyintas tragedi Hiroshima dari Asia dapat gelar kehormatan
Baca juga: Sekjen PBB Beri Penghormatan Korban Bom Atom
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022