"Jadi, tuduhan bahwa UU ini membahayakan demokrasi dan keselamatan masyarakat tidak tepat," kata Mufti Makarim dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Mufti menekankan undang-undang sebelum KUHP baru lebih berpotensi bertentangan dengan demokrasi dan keselamatan masyarakat, di mana pada masa Orde Lama dan Orde Baru telah banyak digunakan untuk menjadi alat represi.
"Karena itu, pengesahan KUHP baru merupakan babak baru Indonesia dengan lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual," tambahnya.
Baca juga: Wamenkumham: Pasal kesusilaan di KUHP untuk melindungi masyarakat
Dia mengatakan Pemerintah memiliki penjelasan atas pasal-pasal yang sudah ditetapkan. Selain itu, isu-isu krusial yang menjadi perhatian publik sudah diakomodasi selama pembahasan bersama DPR.
"Ada beragam elemen masyarakat dan aspirasi yang telah disampaikan. Tentu proses penetapan berbagai aspirasi tersebut dilakukan dengan berhati-hati dan harus sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam KUHP. Sehingga, tidak relevan mengaitkan narasi pasal dan akomodasi ruang lingkup dengan isu politik yang konspiratif," jelasnya.
Dia menambahkan proses pembentukan KUHP selama ini turut melibatkan kalangan akademisi yang kredibel, baik secara keilmuan maupun independensi.
"Saya rasa unsur akademisi yang dilibatkan pada pembentukan KUHP memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Sehingga, ketentuan yang dirumuskan pada KUHP baru pastinya mengandung banyak perspektif dari unsur akademisi yang seyogyanya berpegang teguh bagi kepentingan kemanusiaan," ujar Mufti.
Baca juga: Anggota DPR tegaskan delik tentang minuman keras bukan delik baru
Baca juga: Moeldoko: KUHP bukan untuk kepentingan pemerintah saat ini
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022