Ekonom Universitas Paramadina Handi Risza berpendapat bahwa APBN harus menunjukkan kemampuan belanja yang lebih baik pada 2023 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
"APBN yang kita miliki di 2023 ini benar-benar bisa mencerminkan transformasi ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah. APBN sebagai pengungkit dan mencerminkan spending better," ujarnya dalam diskusi publik Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara yang diselenggarakan secara daring, Selasa.
Merespons ketidakpastian global, lanjut dia, APBN harus bisa menjaga momentum pemulihan dengan memastikan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, termasuk mengendalikan laju inflasi dengan menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat.
Pemerintah juga harus melakukan mitigasi risiko dengan menjaga defisit dan utang yang tidak terkontrol dengan memprioritaskan belanja yang berkualitas dan menunda pelaksanaan proyek-proyek yang tidak berdampak terhadap kehidupan masyarakat banyak, serta menjaga rasio utang yang terkendali dan prioritas bagi kebutuhan yang mendesak.
Wakil Rektor Universitas Paramadina ini mengatakan pandemi COVID-19 mendorong peningkatan posisi rasio utang Indonesia pada 2020-2021. Rasio utang terhadap PDB di akhir Agustus 2022 kembali meningkat sekitar 38,03 persen setelah sempat mencapai 37,91 pada Juli, sehingga perlu mitigasi risiko untuk mengurangi jumlah utang terhadap PDB.
Baca juga: Kepala BKF: Kebijakan fiskal tetap sebagai 'shock absorber' pada 2023
"Kemampuan membayar utang relatif lemah. Tax ratio Indonesia pada 2021 sebesar 9,12 persen terhadap PDB. Meski sudah meningkat dibandingkan tahun 2020, tax ratio Indonesia pada 2021 masih di bawah level beberapa negara ASEAN,” ujarnya.
Selanjutnya, Handi juga menyoroti tahun 2023 sebagai momentum transformasi value extraction menjadi value creation yang memiliki nilai tambah yang tinggi bagi perekonomian serta transformasi belanja Perlindungan Sosial (Perlinsos) agar menjadi program pemberdayaan ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi.
“Perlinsos selama ini masih mengalami permasalahan, orang yang sepatutnya menerima tidak menerima atau orang yang tidak sepatutnya menerima jadi menerima. Ini yang masih menjadi persoalan bagi kita,” tutur dia.
Selain itu, ia juga mendorong terjadinya reformasi birokrasi agar belanja pemerintah lebih efektif dan efisien. Serta mulai melakukan percepatan program prioritas nasional, reformasi struktural dan juga kemandirian energi dan pangan.
"Kecepatan program prioritas terutama Sumber Daya Manusia, reformasi struktural mulai dari fiskal, minerba dan sebagainya serta kemandirian energi dan pangan karena kita masih menghadapi ancaman risiko pengurangan energi dan pangan," katanya.
Baca juga: Ekonom: Antisipasi normalisasi fiskal dan pengetatan moneter 2023
Baca juga: Sri Mulyani: Kualitas SDM hingga reformasi perlinsos fokus APBN 2023
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022