"Ini tidak akan berhenti, para penegak hukum itu bertindak secara proporsional di lapangan," kaya Boy Rafli di Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Menurutnya penindakan itu terus dilakukan karena penyebaran paham radikal itu pun tidak pernah berhenti. Karena menurutnya keterpaparan paham radikalisme pun kerap tidak disadari oleh warga yang telah terafiliasi dengan kelompok tertentu.
"Ada risiko hukum, warga negara yang mendapat keterpaparan itu, yang tidak disadari melakukan (kegiatan) perencanaan sesuai dengan kelompok itu," kata Boy.
Untuk itu, menurutnya pencegahan keterpaparan paham radikalisme merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, Boy mengatakan penindakan hukum itu bersifat ultimum remedium atau langkah terakhir yang ditempuh.
"Penyelidikan itu juga dilaksanakan secara simultan, mencegah juga kita jalankan," kata Boy.
Sebelum, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap lima tersangka dugaan tindak pidana terorisme jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di wilayah Sulawesi Tengah, Kamis (16/3). Kelima tersangka itu berinisial, ZA, KB, AF, MA, dan RAM.
Dari penangkapan itu, Densus 88 AT mengamankan sejumlah barang bukti berupa delapan buku bacaan berbagai judul, lima buku catatan, dua bundel dokumen yayasan, satu bundel kwitansi, tiga unit teleskop, sejumlah senjata tajam dan panah serta senapan angin.
Baca juga: BNPT dirikan Warung NKRI di Unpas untuk cegah radikalisme mahasiswa
Baca juga: BNPT pastikan seluruh parpol peserta Pemilu 2024 bersih dari terorisme
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023